Minggu, 18 September 2011

Nota Kesepakatan KUA PPAS P-APBD 2011 Kabupaten Simalungun Ditandatangani



 
Bupati dan Ketua DPRD Simalungun tandatangani nota kesepakatan KUA dan PPAS P-APBD


SIMALUNGUN (EKSPOSnews) : Pemkab Simalungun dan DPRD menandatangani Nota Kesepakatan tentang Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Plafon Perencanaan Anggaran Sementara ( PPAS) terhadap Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (P-APBD) tahun 2011.
             
Penandatanganan KUA dan PPAS P-APBD itu dilakukan Ketua DPRD Simalungun, Binton Tindaon bersama Wakil Ketua, Julius Silalahi, Ojak Naibaho, dan Burhanuddin Sinaga dengan Bupati Simalungun, JR Saragih bertempat di ruang rapat Badan Anggaran (Banang) DPRD Simalungun, Sabtu, 17 September 2011. Pelaksanaan penandatangan
ini disaksikan Sekretaris Daerah, Ismail Ginting, para anggota Banang  DPRD Simalungun, tim perumus, serta pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah  (SKPD).

Sebelumnya, salah seorang anggota Banang, Rospita Sitorus membacakan lampiran nota kesepakatan antara Pemkab dan DPRD Simalungun. Lampiran itu terdiri dari, kegiatan tentang seleksi penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) pada Badan Kepegawaian Daerah sebesar Rp 1 miliar lebih (dalam tanda bintang, yang artinya setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menpan). Berikutnya, pembayaran hutang pada pihak ketiga sebesar Rp  7,4 miliyar lebih yaitu di Dinas Tarukim dan Dinas Pendidikan, hal ini dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan dari pemerintah atasan.

Berikutnya, program dan kegiatan penyediaan jasa tenaga administrasi/tekhnis pada Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) sebesar Rp 867 juta lebih atau bertambah Rp 382 juta lebih dari anggaran sebelumnya, dan terakhir pembayaran insentif guru non PNS sebesar Rp 1,2 milyar lebih agar disesuaikan dengan nomenklatur, serta dilakukan konsultasi kepada pemerintah atasan.

Bupati Simalungun, dalam sambutannya mengucapkan terima kasih kepada Anggota DPRD Simalungun yang tergabung dalam Banang, telah meluangkan waktunya untuk membahas rancangan KUA PPAS P-APBD. JR Saragih juga berharap dukungan dari DPRD dalam pelaksanaan program pembangunan di Simalungun, dan kepada seluruh SKPD agar dapat meningkatkan kerjasama dengan legislatif dalam melakukan kegiatan pembangunan kedepannya.

Sementara Ketua DPRD Binton Tindaon mengharapkan pada Pemkab Simalungun, setelah ditandatangani nota kesepakatan ini segera membuat surat ke dewan, untuk dapat melakukan pembahasan P-APBD 2011. Sehingga DPRD dapat menyusun jadwal sidang pembahasannya. (js)

PELAYANAN DI RSUD DR DJASAMEN SARAGIH PEMATANGSIANTAR BURUK

Minggu, 18 September 2011
Follow: 



Direktur RSUD Djasamen Saragih Dimarahi Anggota DPRD Sumut
Jansen
Tim DPRD Sumut Dapil 9 saat bertemu dengan Direktur RSUD, Ria Telaumbanu
PEMATANGSIANTAR(EKSPOSnews):  Akibat buruknya pelayanan di RSUD dr Djasamen Saragih menuai kritikan dari anggota DPRD Sumut daerah pemilihan (Dapil) III Siantar-Simalungun, saat melakukan kunjungan kerja (kunker), Kamis 15 Septermber 2011.

Bahkan Direktur RSUD dr , Ria Telaumbanua kena 'damprat' dari anggota DPRD Sumut, Janter Sirait menunjukkan kesan marah. Akibatnya, Ria sempat terisak-isak saat menjawan pernyataan Janter yang menilai pelayanan rumah sakit milik Pemko Pematangsiantar tak bagus. Janter juga menilai jika para perawat tak pernah tersenyum saat bekerja, sehingga Ketua Partai Golkar Kabupaten Simalungun ini mengusulkan dilakukan pelatihan.

Dalam pertemuan yang berlangsung di ruang melati, para anggota DPRD Sumut ini juga mempertanyakan alokasi anggaran di RSUD dr Djasamen Saragih. Berbagai hal disoroti, termasuk alat transfusi darah yang tak di manfaatkan.

Anggota DPRD Sumut, Irwansyah Damanik mempertanyakan seluruh alat fisik kesehatan apakah usulan dari rumah sakit, termasuk penyebab tak digunakan. Politisi dari Partai Amanat Nasional (PAN) ini juga menurutkan kekecewaan, akibat alat transfusi darah itu tak dipergunakan.

"Jika bukan usulan, lebih baik dipulangkan saja. Terbukti alat transfusi darah tak difungsikan dan dirawat," paparnya.

Ria Telaumbanua menjelaskan, pengadaan alat transfusi darah itu ada saat Ronald Saragih menjabat Direktur RSUD. Mengenai pelayanan rumah sakit, Ria mengaku saat ditinggalkannya tahun 2008, kondisinya masih bagus.

Terkait kritikan dari anggota DPRD Sumut, Ria mengaku, ada mengusulkan anggaran dari pusat, dan berhasil direalisasikan. Hanya saja, saat dana itu sampai ke daerah, justru dialihkan, tanpa menjelaskan secara terperinci.

"Sangat menyedihkan kondisi RSUD, dari penggusulan anggaran, yang ditampung hanya 30 persen," sebutnya.

Sedangkan Ronald Saragih yang saat ini menjabat Kadis Kesehatan mengaku, dirinya diangkat sebagai Dirut pada September 2008, dalam kondisi pergolakan di rumah sakit. Dia juga mengaku pengadaan alat transfusi darah itu diusulkan pihaknya. Namun tak dapat dimanfaatkan, karena ada beberapa kendala, seperti instalasi listrik tak memadai, belum ada ijin dari Badan Tenaga Atom Nasiona (Batan) serta faktor Sumber Daya Manusia (SDM). SDM.

Usai pertemuan, Ketua Tim DPRD Sumut Dapil III, Jhon Hugo Silalahi menjelaskan kunker ini bagian dalam pelaksaan evaluasi anggaran 2010. Termasuk apakah penggalokasiannya sesuai APBD, dan pelaksanaan fisik di lapangan.

"Belum ada temuan di lapangan, dan kita hanya memberikan masukan kedepan terhadap rumah sakit, agar anggarannya diusulkan ke provinsi," ujar mantan Bupati Simalungun periode 2000-2005 ini.

Saat disinggung adanya aksi marah, sehingga Ria Telaumbanua menangis, Jhon Hugo mengaku pihaknya hanya memberikan masukan sebagai sesama orang Pematangsiantar. Dikatakan, tujuan kunker ini untuk menyerap aspirasi dari rumah sakit agar ditampung sesuai anggaran. Terkait dana Bantuan Daerah Bawahan (DBD), Jhon Hugo mengaku tak ada permasalahan. (js)

IRIGASI DI KERASAAN SIMALUNGUN DIBANGUN

Pemerintah Bangun Saluran Irigasi Kerasaan di Simalungun

Jansen
Wakil Bupati Simalungun lakukan peletakan batu pertama pembangunan saluran irigasi gendong
SIMALUNGUN (EKSPOSnews) : Pemerintah pusat melalui Badan Wilayah Sungai Sumut (BWSS) II melaksanakan pembanguan saluran irigasi Gendong sepanjang 3,2 km di Daerah Irigasi (DI) Kerasaan, Kecamatan Pamatang Bandar, Kabupaten Simalungun.

Sebagai awal pembangunan, dilaksanakan peletakan batu pertama oleh Bupati Simalungun diwakili Wakil Bupati Simalungun, Nuriaty Damanik SH, Ketua DPRD Simalungun diwakili anggota dewan, Makmur Damanik, Kepala BWSS II, Yudha Mediawan dan mewakili Kajari Simalungun Mardi Barus, Kamis, 15 September 2011.

Pelaksanaan pembangunan bertujuan mengembalikan fungsi dan tingkat pelayanan jaringan irigasi Daerah Irigasi Kerasaan yang dibangun pada tahun 1989 lalu. Saluran irigasi ini banyak difungsikan untuk lahan pertani ikan dibagian hulu (Kecamatan Gunung Malela) seluas 80 hektar. Akibatnya berkurang debit air ke bagian hilir untuk persawahan di Kecamatan Pamatang Bandar seluas 3.850 hektar.

Bupati dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan Nuriaty Damanik mengatakan, pembangunan saluran gendong ini telah sesuai dengan kesepakatan  masyarakat pengguna air dan Pemkab Simalungun. Dia juga menghimbau masyarakat mendukung program pembangunan ini demi mempertahankan swasembada pangan, dan petani budaya ikan.

Menurutnya, pembangunan ini berdasarkan kajian dan analisa tekhnisi tingkat Kementerian PU . Dimana pilihan yang dinilai masih layak dengan pembagian debit air untuk areal persawahan seluas 3.850 hektar setidaknya dibutuhkan debit air sebesar 6,75 m3/detik. Sedangkan
untuk luas lahan kolam ikan 80 hektar membutuhkan air mencapai 2,29 m3/detik.

Dikatakan, dengan program ini dapat memfungsikan salurah irigasi DI Kerasaan. Sehingga dapat mengairi luas areal persawahan yang ada di hilir seluar 3.850 hektar.

Karena selama ini debit air yang sampai ke lahan persawahan sekitar 2,555 m3/detik (hanya mampu mengairi lahan persawahan seluar 1.419 hektar). Dan debit air sekitar 5,685 m3/detik digunakan untuk petani ikan yang ada di hulu yang hanya memiliki seluas lahan sekitar  80 hektar. Sehingga lahan persawahan sekitar 2.431hektar beralih fungsi karena tidak mendapat air.

Kepala BWSS, Yudha Mediawan, menjelaskan saluran irigasi DI Kerasaan ini dibangun untuk melayani areal sekitar 5.000 hektar, seperti areal persawahan dan perikanan. Namun justru banyak terdapat kolam-kolan ikan di sepanjang bantaran saluran irigasi.

Yudha mengatakan, sesuai dengan kontrak kerja, pembangunan saluran gendong berbiaya sebesar Rp 7,5 miliar. Setelah pembangunan ini selesai dan pembagian air dapat dilaksanakan dengan baik maka di bagian hilir yang dapat dilayani sekitar 3.000 hektar.

"Tahun 2012 juga akan dilakukan rehabilitasi total terhadap pintu-pintu air untuk pembuangan sedimen dan yang masuk ke lahan pertanian. Karena saat ini banyak yang tidak dapat difungsikan lagi, sehingga air tidak dapat terbagi secara merata sesuai kebutuhan," sebutnya. (js)

Jumat, 16 September 2011

PD AGRO MADEAR SIMALUNGUN BANGKRUT ?

Jangan Gantung Nasib PD Agromadear! PDF Print
SIMALUNGUN–Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Simalungun diminta bersikap tegas terhadap nasib perusahaan daerah (PD) Agromadear.Harus ada keputusan cepat apakah operasional Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) itu tetap dipertahankan atau ditutup. Apakah perusahaan daerah ini sudah benar-benar bangkrut ?

Wakil Ketua DPRD Simalungun Ojak Naibaho mengatakan, ketegasan Pemkab terhadap nasib PD Agromadear sangat diperlukan mengingat periode kerja jajaran direksi perusahaan daerah itu akan berakhir November nanti. Jika memang operasional BUMD itu dilanjutkan, maka proses penjaringan direksi sudah harus dilakukan mulai September ini. Tapi bila memang PD Agromadear ditutup,proses penjaringan jajaran direksi tidak perlu dilakukan sehingga karyawan tahu kepastian nasib mereka.

“Pemkab Simalungun kami harapkan segera membuat keputusan yang disampaikan ke DPRD Simalungun terkait operasional PD Agromadear apakah ditutup atau tidak.Karena pendiriannya empat tahun lalu juga dengan persetujuan Dewan. Jadi,jika diputuskan ditutup sebaiknya juga harus melibatkan legislatif,” pungkas Ojak,kemarin. Politisi PDIP itu sepakat jika PD Agromadear yang baru berdiri empat tahun lalu itu tidak mampu memberikan kontribusi bagi pendapatan asli daerah (PAD), sebaiknya ditutup.

Dengan demikian tidak menjadi beban anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Terkait APBD yang sempat dialokasikan ke perusahaan itu, Ojak meminta dilakukan audit total.Pasalnya,sejak berdiri perusahaan yang bergerak di bidang pertanian itu tidak pernah memberikan kontribusi terhadap PAD Kabupaten Simalungun.

Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Simalungun Mansur Purba mengatakan, dana subsidi untuk operasional PD Agromadear tahun ini tidak diusulkan oleh eksekutif, baik di ABPD induk maupun APBD Perubahan (APBD-P).“Setahu saya memang tidak ada anggaran untuk PD Agromadear yang diusulkan di APBD-P 2011.

Namun, kami sangat setuju jika tidak mampu memberikan kontribusi PAD, sebaiknya kelanjutan operasionalnya ditinjau ulang oleh pemerintah daerah,” ujar politisi Partai Demokrat itu. Anggota Dewan pengawas PD Agromadear Mudden Saragih menegaskan, kelanjutan operasional perusahaan daerah itu tergantung sepenuhnya kebijakan pemerintah daerah yang selama ini menjadi pemilik modal.

“Jadi,kami tidak bisa memberikan komentar lebih jauh terkait ditutup atau tidaknya perusahaan,”ujar Mudden. Untuk diketahui Pemkab Simalungun pada APBD 2007 lalu mengalokasikan dana ke PD Agromadear sekitar Rp5 miliar.Namun sejak itu hingga sekarang perusahaan tak mampu berkembang. Sekretaris Daerah Kabupaten (Sekdakab) Simalungun Ismail Ginting yang dikonfirmasi via telepon seputar persoalan ini tidak dapat dihubungi.Baik telepon maupun SMS yang dikirim tidak ditanggapi. ricky hutapea

Lagi Soal Jalan

Warga Boluk Kembali Blokir Jalan  
 
Diwarnai Pembakaran Ban BOSAR MALIGAS-Aksi demo warga Nagori Boluk guna menuntut perbaikan jalan rusak di Kecamatan Bosar Maligas kembali digelar. Aksi kali ini ribuan massa menutup total jalan utama perlintasan dari Simpang Mayang menuju PTPN IV Mayang dan Bukit Lima di Huta I Simpang Pasar Baru Kecamatan Bandar, Jumat (16/9) pukul 08.00 WIB hingga 14.00 WIB. Dalam aksi ke tiga setelah dua hari sebelumnya massa menggelar aksi serupa selain jumlah massa yang berunjuk rasa lebih banyak mencapai ribuan orang. Massa juga menutup penuh semua jalan dengan cara membakar ban mobil bekas serta dengan sengaja menumbangkan pohon kelapa sawit hingga memalang seluruh ruas jalan yang ada. Jika Selasa lalu massa hanya memblokir jalan selama 3 jam, akan tetapi waktu pemblokiran jalan yang dilakukan warga kali ini 8 jam. Soal lamanya waktu pemblokiran jalan diakui pengguna jalan A Saragih (68) warga Huta Panggalangan Nagori Boluk Kecamatan Bosar maligas dan F Pasaribu (37) pedagang sawit kecil warga Nagori Perlanaan yang mengaku akibat aksi itu sangat mengganggu kenyamanan mereka. Akan tetapi mereka mengaku memakluminya, manakala tuntutan warga sendiri merupakan hal yang wajar, mengingat sudah sangat buruknya kondisi jalan sepanjang 14 km tersebut. Untuk itu mereka berharap agar Pemkab Simalungun bisa mengambil kebijakan terkait perbaikan jalan rusak di daerah mereka. Di tempat yang sama dengan jarak tidak begitu jauh dari antrean warga yang sempat terhambat akibat penutupan akses jalan, ribuan warga pengunjuk rasa masih saja terus melakukan orasi mereka. Sebagaimana yang disampaikan salah seorang orator aksi Maskur Nasution, aksi menutut perbaikan jalan ini akan terus mereka lakukan sampai tuntutan mereka dikabulkan. Senada dengan Maskur dalam orasinya Sparuddin Purba menambahkan, kehadiran eksekutif kabupaten merupakan hal yang wajib dipenuhi. “Kalau Bupati Simalungun Pak JR Saragih enggan turun langsung kemari, beliau bisa kok menurunkan Sekdakab, Asisten I atau atau pejabat eksekutif lain, asal bukan Djadiaman Purba. Kami juga memohon maaaf kepada seluruh masyarakat dan polisi atas ketidak nyamanannya dikarenakan akasi yang kami lakukan,” katanya. Demikian aksi orasi demi orasi terus diteriakkan para kooordinator pendemo, hingga akhirnya membuat antrean kenderaan semakin panjang. Namun ada yang memilih memutar dari alur jalan di tengah perkebunan sawit. Akan tetapi setelah pengunjuk rasa mengetahui hal ini, kemudian mereka kembali menutup jalan tersebut hingga sempat menimbulkan tindakan reaktif dari para warga pengguna jalan. Guna menghindari pertikaian yang dikhawatirkan akan terjadi Kapolsek Bosar Maligas AKP Bustami SH didampingi Kasat Intel Polres Simalungun bersama ratusan personel polisi meminta agar jalan yang ditutup dibuka kembali. Stelah mendengar arahan Kapolsek, akhirnya penanggung jawab aksi Ruslan Purba SH kemuidan membubarkan seluruh warga pengunjuk rasa diikuti pembukaan jalan yang selama 8 jam sempat ditutup. Namun kepada media Ruslan mengatakan akan kembali menggelar aksi serupa pada Senin (19/9) mendatang. (bim/leo)

PANGULU DI SIMALUNGUN TAK GAJIAN

Cetak E-mail
RAYA- Sejumlah pangulu nagori di Simalungun mengeluh belum menerima gaji akibat belum dicairkannya Alokasi Dana Desa (ADD). Selain pangulu, aparat nagori seperti sekretaris nagori, Kepala Urusan (Kaur) dan gamot juga belum menerima gaji yang bersumber dari ADD tersebut.
Salah seorang pangulu di Kecamatan Raya yang minta namanya tidak disebutkan kepada METRO, Senin (12/9) menuturkan sejak  April gajian pangulu sebesar Rp1,5 juta belum diterimanya.
“Semua pangulu yang ada di Kecamatan Raya ini dan dikecamatan lain belum menerima gaji. Saya sudah tanya rekan-rekan saya sesama pangulu semuanya mengeluh karena ADD belum cair. Bagaimana kami mau bekerja maksimal termasuk memungut pajak jika penggajian kami tidak jelas,” katanya.
Pangulu ini juga menyesalkan pencairan ADD yang tak kunjung cair hingga September karena diyakini akan terganggu pengerjaan fisik, seperti  pembukaan dan pengerasan jalan yang dananya bersumber dari ADD.
“Dana ADD itukan selain itu biaya pengajian pangulu dan aparat nagori sebagian dananya juga untuk pengerjaan fisik di nagori tersebut. Kalau sampai bulan ini juga dana itu tidak dicairkan kapan lagi pengerjaan fisiknya dikerjakan, kalau ada kesalahan dalam pengerjaannya maka laporan pertanggung jawaban pengelolaan ADD tetap akan dipermasalahkan. Akibatnya pangulu dianggap tidak mampu membuat LPj, itu makanya banyak pangulu yang setiap tahunnya memberikan pengerjaan LPj ke staf BPMN dengan membayar biaya pembuatan LPj,” katanya.
Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat Nagori (BPMN) Asimar Dongoran membantah bahwa pangulu Nagori di Simalungun belum menerima gaji. Menurutnya, sejak 26 Agustus yang lalu seluruh pangulu telah menerima gaji. Bahkan katanya pangulu yang belum menyelesaikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Nagori (APB Nagori) diberikan gaji melalui Tunjangan Penghasilan Aparat Nagori. “Memang sebagian yang belum menyelesaikan APB nagori belum bisa dicairkan ADD-nya, walaupun demikian pengajian karena ADDnya belum cair, penggajian pangulu dan aparat nagori kita berikan di luar pencairan ADD. Jadi tidak benar pangulu belum gajian” tegasnya.
Menurut Asimar jumlah ADD di setiap nagori bervariasi, antara Rp75 juta hingga Rp100 juta per tahun. Dari dana tersebut sebagian diperuntukkan sebagai gaji pengulu, kaur, sekdes dan gamot. (hot/leo)

DIMENSI SOSILOGIS PEMBERANTASAN KORUPSI PADA OTONOMI DAERAH


Oleh : Ulamatuah Saragih |
         - Sekalipun sudah banyak kebijakan dan pembentukan lembaga untuk pemberantasan korupsi, namun tindak pidana korupsi di Indonesia masih merupakan salah satu jenis kejahatan yang paling susah diatasi. Tumbangnya rezim Orde Baru, tidak membawa perubahan yang signifikan dalam mengurangi kuantitas dan kualitas tindak pidana korupsi. Jika pada Orde Baru, tindak pidana korupsi bersifat sentralisasi, maka setelah reformasi semakin merajalela ke hampir semua jenjang birokrasi, termasuk ke lingkungan pemerintah daerah.                                 

Dengan diberlakukannya otonomi daerah  dinilai berbagai kalangan terlalu memberikan keluasaan  (disrectory of power) kepada daerah. Ada indikasi justru terjadi beberapa gejala negatif di daerah. Istilah “gejala negative“ ini didasarkan pada pengamatan terhadap indikator tertentu, di antaranya bertentangan dengan upaya pemberantasan KKN.         

Virus KKNK (Korupsi, Kolusi Nepotisme, dan Kroniisme) juga berkembang biak di daerah. Kebijakan otonomi daerah bisa tersesat maknanya menjadi desentralisasi korupsi. Otonomi bisa dimaknai sebagai “ bagi-bagi kesempatan ” dari pusat kepada daerah untuk mencicipi nikmatnya kue KKNK. Aktor-aktor kekuasaan di level daerah mungkin “lupa diri“ dengan memaknai otonomi sebagai redistribusi kekuasaan untuk mereka.

Seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah, maka ada sejumlah faktor yang mendorong timbulnya korupsi. Adanya Dana Alokasi Umum (DAU) yang merupakan transfer dari pemerintahan pusat, maka daerah berhak mengalokasikannya sesuai pertimbangan-pertimbangan dan kebutuhan daerah. Berkaitan denagn keleluasaan pengeluaran DAU, masalah yang muncul adalah adanya kecenderungan kebebasan yang kurang terkendali baik dari eksekutif maupun legislatif. Di sisi lain adanya ketidakjelasan pengawasan penggunaan DAU yang sepenuhnya diserahkan pada eksekutif dan legislative.


Koordinasi dan Silaturahmi            
Kekuasaan Kepala Daerah baik Gubernur maupun Bupati/Walikota dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah relatif begitu besar. Tidak mengherankan jika setelah reformasi dan era otonomi daerah maka ada julukan munculnya “raja-raja kecil“ di daerah. Kendatipun dalam UU No. 32 Tahun 2004 tidak dikenal lagi terminology “penguasa tunggal“, namun secara sosiologis dan psikologis posisi kepala daerah adalah tetap sebagai orang nomor satu di daerah baik dalam kewenangan maupun protokolernya. Secara yuridis, kepala daerah memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD. Namun di pihak lain, kepala daerah bertugas mengkoordinasikan penyelenggaraan urusan pemerintahan pusat di daerah. Dalam konteks melakukan “koordinasi “,  kepala daerah merupakan koordinator terhadap lembaga vertikal lainnya. Selain itu, kendati tidak ada peraturan yang jelas,   masih dihidupkannya lembaga “Muspida“ atau “Muspida Plus“, baik di  provinsi maupun kabupaten/kota;  dalam prakteknya juga dipimpin  kepala daerah.

Dengan demikian, kepala daerah melakukan koordinasi untuk menjalankan tugas-tugas tertentu dengan unsur Muspida Plus lainnya seperti Pangdam, Kapolda, Kajati, Ketua PT, Ketua DPRD Propinsi dan instansi lainnya untuk propinsi, serta Dandim, Kapolres, Kajari, Ketua PN, Ketua DPRD untuk kabupaten/kota. Lebih dari mengkoordinasikan,  para kepala daerah juga  “memfasilitasi “ unsur Muspida lainnya baik melalui APBD (boleh resmi tapi tak punya dasar hukum) dan ada juga  bersifat pribadi.

Untuk dukungan pelaksanaan tugas instansi vertikal atau unsur Muspida Plus, sering dialokasikan anggaran dalam APBD, walaupun sebenarnya instansi vertikal lainnya itu memiliki anggaran tersendiri dari instansi induknya di pusat. Tapi tak jarang karena “kedekatan hubungan “antar kepala daerah dengan pejabat Muspida Plus tadi, diciptakan pos anggaran sedemikian rupa dengan alasan koordinasi, kendati dasar hukumnya tidak ada, tapi mungkin terjadi persekongkolan dan juga korupsi. Dalam hal ini berlakulah konsep bahwa hukum  dipergunakan sebagai alat kejahatan (law as tool of crime).

Dari uraian di atas, tampak  adanya “koordinasi” dalam pelaksanaan pemerintahan daerah juga memberi sisi negatif yang memungkinkan terjadinya  korupsi sekaligus menjadi hambatan dalam pemberantasan korupsi di lingkungan pemerintahan daerah.  Dengan adanya koordinasi dan fasilitasi tadi, bagaimana mungkin seorang Kepala Kejaksaan Tinggi atau seorang Kapolda sanggup  memeriksa seorang gubernur ketika diduga melakukan korupsi; demikian halnya di tingkat Kabupaten/Kota. Dugaan tersebut  sebenarnya sudah terindikasi. Ada semacam tradisi di berbagai daerah, bahwa manakala kepala daerah tersangkut kasus hukum atau korupsi maka yang melakukan proses penyidikannya bukanlah lembaga yang setingkat dengannya. Jika seorang gubernur tersangkut kasus korupsi, maka biasanya yang melakukan proses hukum adalah Kapolri atau Jaksa Agung; sedangkan jika yang bermasalah adalah Bupati/Walikota, maka yang melakukan prosesnya adalah Kapolda atau Kajati. Ada juga tradisi yang sudah lama berlangsung di antara kalangan pejabat melakukan “silaturahmi” ataupun pertemuan informal baik dalam acara-acara yang bersifat keagamaan, kegiatan kemasyarakatan bahkan kegiatan keluarga yang bersifat pribadi.

Dalam kesempatan seperti itu  para pejabat Muspida Plus  duduk satu meja, sesuai dengan aturan protokolernya. Secara psikologis di situ akan timbul keakraban dan “ saling memberi “ di antara kalangan para pejabat tersebut. Secara sosiologis, kegiatan silaturahmi ini  berdampak negatif dalam  penegakkan hukum, termasuk pemberantasan korupsi, khususnya di kalangan pejabat. Timbulnya, “keakraban“, “saling pengertian“, dan “saling memberi“, pada akhirnya  menghasilkan TST (tahu sama tahu). Secara luas telah berkembang tahu sama tahu yang merupakan sebutan untuk prinsip yang menunjukkan adanya toleransi untuk perbuatan-perbuatan jahat.


Sentimen dan Intervensi            
Di beberapa daerah telah muncul semacam gerakan bersifat kesukuan yang mengarah pada keinginan untuk mengambil alih (mendominasi) seluruh posisi strategis di masyarakat maupun di pemerintahan. Gejala primordialisme  telah menjadi bagian dari pelaksanaan otonomi daerah. Paling tidak dalam penentuan pejabat-pejabat daerah seperti  Kepala Daerah, Kapolres, Kajari, Pimpinan DPRD atau jabatan strategis lainnya sering muncul terminology “putra daerah“. Sering terjadi dalam proses pencalonan pejabat daerah muncul aspirasi desakan supaya mengutamakan putera daerah.         

Dalam praktek penegakkan hukum, termasuk pemberantasan korupsi, sering juga terjadi pro-kontra di dalam masyarakat. Di beberapa daerah ada terjadi, masyarakat pendukung seseorang pejabat akan berupaya untuk membela dan membuat perlawanan manakala timbul tindakan hukum. Biasanya pendukung dari kelompok yang berlatar belakang sama (misalnya–suku) akan melakukan gerakan massa atau unjuk rasa dalam mempengaruhi para penegak hukum kepada pejabat tertentu. Data empiris ini sedikit banyak akan mempengaruhi dalam pemberantasan korupsi; dimana kelompok-kelompok masyarakat yang bersifat primordial akan terpecah dalam dukung-mendukung seorang pejabat, baik ketika pencalonan/pemilihan maupun ketika dihadapkan kepada proses hukum.            
Macetnya pemberantasan korupsi di daerah juga disebabkan adanya intervensi politik dan birokrasi. Ada gejala baru beberapa tahun terakhir, bahwa para kepala daerah dan wakil kepala daerah, karena diperbolehkan undang-undang banyak menjadi ketua/pimpinan partai politik di daerah. Banyak pengamat mengatakan, bahwa sebenarnya selain untuk melanggengkan kekuasaan secara internal dan kelangsungan periode berikutnya, maka keterlibatan kepala daerah/wakil kepala daerah atau pimpinan DPRD menjadi Pimpinan Parpol di daerah juga sekaligus sebagai tameng manakala terjadi kasus dugaan korupsi terhadapnya.

Dengan menjadi pimpinan parpol, maka para pejabat tadi secara otomatis memiliki akses politik sampai ke tingkat pusat (DPP Partai). Sudah jelas dan logis jika pimpinan pusat partai yang umumnya mempunyai kedudukan dan jabatan strategis di pusat (birokrasi) akan berusaha membela dan melindungi kadernya dari jeratan hukum, bahkan tak jarang adanya intervensi mereka kepada para penegak hukum.

Sesungguhnya dengan masuknya seorang kepala daerah menjadi pimpinan partai politik juga  melahirkan conflict interst. Latar belakang kepentingan politik dan pemerintahan juga menentukan arah hubungan antara Kepala Daerah dengan DPRD, dan hal ini tentu saja sangat diwarnai oleh kepentingan politik.  
            
Di berbagai media massa sering kita baca, bahwa kelompok-kelompok masyarakat melakukan unjuk rasa atau demonstrasi untuk menuntut percepatan penanganan sejumlah kasus korupsi. Umumnya kontrol sosial ini dilakukan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) ataupun organisasi kemasyarakatan, serta tokoh-tokoh kristis dari kalangan perguruan tinggi. Masalahnya di daerah-daerah terutama di tingkat kabupaten/kota, sering sekali sumber daya manusia LSM itu juga tidak memadai untuk mendorong dan melakukan sosial kontrol terhadap pemberantasan korupsi. Di beberapa daerah yang ada perguruan tinggi, maka para dosen dan mahasiswa yang mempunyai kepedulian akan melakukan kontrol sosial tersebut kendati hanya sebatas membuat surat pengaduan, membuat pernyataan pers dan mungkin juga melakukan pencerahan kepada masyarkat tentang perlunya pemberantasan korupsi.

Data empris menunjukkan bahwa proses penegak hukum dan pemberantasan korupsi akan semakin cepat dilakukan oleh para penegak hukum manakala sudah ada tekanan dari masyarakat.


Penutup            
Untuk melakukan pemberantasan korupsi di lingkungan pemerintah daerah dalam arti seluas-luasnya perlu diciptakan mekanisme yang jelas tentang penggunaan APBD. Sebaiknya hubungan kepala daerah dengan DPRD tetap diposisikan sebagai check ang balances satu sama lain.

Kedudukan kepala daerah sebagai koordinator dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah perlu dibuat aturan yang jelas dan rinci. Lebih dari itu, kiranya perlu diciptakan “ketidaktergantungan“ instansi vertikal kepada pemerintah daerah. Kepolisian, kejaksaan, pengadilan seharusnya tidak memperoleh fasilitas anggaraan dan APBD, tetapi secara global ditampung oleh APBN.         

Di sisi lain, bahwa faktor-faktor primordial dan interaksi di antara pejabat daerah bisa jadi berpengaruh dalam pemberantasan korupsi di daerah. Oleh karena itu dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang bersih maka pola-pola pikir yang primordial dalam menentukan pejabat harus dihindarkan.

Untuk menjaga netralitasnya sebaiknya para kepala daerah tidak menjadi pimpinan dari partai politik di daerah. Sebab apabila para kepala daerah menjadi pimpinan/ketua partai politik, maka intervensi politik tidak akan terhindarkan, bahkan kebijakan kepala daerah akan selalu mempunyai agenda tertentu untuk kepentingan partai politik yang dipimpinnya.

Agar proses pemberantasan korupsi jangan berhenti, maka kontrol sosial dari masyarakat tetap diperlukan. Oleh karena itu di daerah-daerah hendaknya ditumbuh-kembangkan SDM yang bisa memberikan pencerahan kepada masyarakat, khususnya keterlibatan  perguruan tinggi. Sudah sewajarnya pula agar di setiap daerah otonom ada Perguruan Tinggi untuk memberikan pencerahan kepada masyarakat; serta menjadi pelopor dalam mendorong partisipasi masyarakat memberantas korupsi.
(Penulis adalah pemerhati masalah sosial politik dan hukum, tinggal di Simalungun, sedang mengikuti Program S2 Magister Ilmu Hukum).            

PEMKAB SIMALUNGUN AKAN BENAHI OBJEK WISATA TINGGI RAJA



Jansen
Bupati Simalungun saat meninjau lokasi wisata air panas Tinggi Raja
SIMALUNGUN (EKSPOSnews): Lokasi  wisata air panas Tinggi Raja, di Nagori Dolok Marawa, Kecamatan Silou Kahean, merupakan salah satu objek pariwisata andalan di wilayah Kabupaten Simalungun. Potensi Rencananya, Pemkab Simalungun akan melakukan pembenahan terhadap objek wisata alam yang masih asri dan cukup menarik tersebut. Pasalnya, potensi alam yang terdapat di objek wisata itu terdapat  air panas, belerang dan panorama alamnya yang sangat asri dan sejuk.

Bupati Simalungun JR Saragih didampingi Ketua Komisi IV DPRD Simalungun, Johalim Purba, Sekertaris Daerah, Ismail Ginting, dan beberapa pimpinan unit kerja melakukan kunjungan kerja ke daerah wisata Tinggi Raja itu, kemarin. Kedatangan rombongan Bupati Simalungun disambut Camat, Muspika dan masyarakat Kecamatan Silou Kahean. Ini ditandai dengan penyematkan seperangkat pakaian adat Simalungun kepada Bupati Simalungun dan Ketua Komisi IV DPRD Simalungun, yang dilakukan tokoh masyarakat setempat.

Dalam kunjungan ke lokasi, wisata air panas Tinggi Raja, Bupati Simalungun melakukan ramah tamah dengan masyarakat  sekitar. JR Saragih juga menyampaikan harapannya kepada masyarakat agar tetap melestarikan seni dan budaya simalungun sebagai tuan rumah di wilayah wisata ini.

Dikatakan, sesuai dengan visi Pemkab Simalungun kedepan, pemerintah akan terus berupaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yang diwujudkan melalui pembangunan insfrastruktur jalan, seperti akses jalan menuju objek wisata  Tinggi Raja. Seperti kondisi Jembatan Bah Polung sebagai salah satu sarana penghubung utama menuju objek wisata Tinggi Raja yang kondisinya memprihatinkan. Dimana tahun ini proses tendernya sedang dilakuakan dan untuk biayanya akan ditampung pada APBD 2012.

Bupati juga menyampaikan, Pemkab Simalungun juga akan melakukan kegiatan pelebaran jalan seluas 8 meter x 8.000 meter, dan pengaspalannya menuju objek wisata air panas Tinggi Raja. Sehingga diharapkan pada masyarakat tidak mengharapkan ganti rugi jika lahannya terkena untuk pembangunan jaln ini. JR Saragih menambahkan, pemkab juga akan menganggarkan dana untuk mengelola wisata Tinggi Raja, yang diperkirakan mencapai sebesar 10 miliar, sehingga lokasinya dapat tertata dengan baik.

Dalam kesempatan itu, rombongan Bupati Simalungun melakukan penanaman bibit pohon penghijauan disekitar lokasi objek wisata Tinggi Raja. Hal ini bertujuan agar cagar alam yang ada di lokasi wisata itu tetap terjaga dengan baik. Bupati berharap masyarakat dapat merawat dan menjaga potensi alam di Kecmatan Silou Kahean. Sebelumnya Bupati juga menyerahkan bantuan bibit pohon penghijauan bantuan dari Dinas Kehutanan Kabupaten Simalungun.kepada masyarakat untuk ditanam dilingkungan masing-masing sebagai wujud kepedulian terhadap pelestarian lingkungan. (js)

POLDASU PERIKSA KETUA KPU PEMATANG SIANTAR SOAL IJAZAH HULMAN SITORUS






Jansen
Rajaingat Saragih
PEMATANGSIANTAR(EKSPOSnews): Ketua Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kota Pematangsiantar Rajaingat Saragih telah diperiksa Polda Sumatera Utara, terkait laporan ijazah palsu Wali Kota Hulman Sitorus. Kasus ini sebelumnya dilaporkan Bona Tua Naipos-pos ke Mabes Polri pada bulan Juli 2011 lalu.

Rajaingat dimintai keterangannya oleh penyidik Poldasu, Selasa 13 September 2011. Karena sebelumnya, Mabes Polri telah menyerahkan pada Poldasu untuk menggelar perkara intern, termasuk pemeriksaan saksi-saksi.

Rajaingat Saragih, saat dikonfirmasi, Kamis 15 September 2011, membenarkan jika dirinya mendatangi Poldasu. Kedatangannya untuk menyerahkan ijazah Sekolah Dasar (SD) sampai SMA yang dilampirkan Hulman Sitorus saat pendaftaran calon Wali Kota Pematangsiantar periode 2010-2015.

“Polisi hanya ingin mengetahui ijazah yang ada pada saya. Makanya serahkan ijazah SD, SMP, dan SMA yang dilampirkan Hulman,” katanya melalui telepon seluler.

Menurut Rajaingat, dirinya menjelaskan kepada penyidik jika ijazah Hulman diterima saat pemberkasan, karena KPUD menilai surat penting itu telah memenuhi peraturan perundang-undangan. Dikatakan, ijazah Hulman itu sudah dileges oleh yang berkewenangan, sehingga dianggap sudah sah.

Rajaingat juga menyatakan tidak tahu-menahu tentang kejanggalan yang ditemukan Bonatua terhadap ijazah Hulman Sitorus. Menurutnya, KPUD tidak ada menyoroti mengenai panitia ujian, termasuk siapa yang menandatangani ijazah tersebut.

Kasubbid Pengelola Informasi dan Data (PID) Humas Polda Sumut, AKBP MP Nainggolan, membenarkan dilakukan pemanggilan terhadap Rajaingat sebagai saksi. Selain pihak KPUD, menurutnya, Poldasu telah memerika mantan pejabat Dinas Pendidikan (Disdik) Kota  Pematangsiantar yang telah memeriksa keabsahan ijazah tersebut.

Nainggolan menambahkan, dalam waktu ini, Kadisdik Kota Pematangsiantar, Setia Siagian juga akan diminta datang sebagai saksi.
Dimana surat pemanggilan telah dilayangkan.

Namun, AKBP MP Nainggolan belum mau mengungkapkan data lebih banyak tentang perkembangan laporan ini. Dikatakan, pihaknya saat ini sedang mengumpulkan datanya. Setelah itu, akan melihat apakah layak atau tidak sebagai kasus pidana. Dia juga menambahkan, meskipun Bonatua melapor ke Polri, kasus ini bisa ditangani Poldasu, dan akan melimpahkannya ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Pematangsiantar.

Bona Tua Naipos-pos yang juga penasehat Majelis Muslimin Indonesia (MMI) Kota Pematangsiantar ini  melaporkan dugaan ijazah palsu Hulman ke Mabes Polri pada tanggal 21 Juli 2011. Ini berdasarkan bukti tanda lapor No Pol: TBL/281/VII/2011/Bareskrim berrdasarkan Laporan Polisi No Pol: LP/469/VII/2011/Bareskrim tanggal 21 Juli 2011.

Dalam laporan itu disebutkan, terlapor Hulman Sitorus, dengan perkara yang disangkakan berupa pemalsuan surat atau membuat surat palsu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 KUHP.

Menurut mantan anggota Dewan Pengawas PDAM Tirtauli ini, laporan yang disampaikan juga dilampirkan beberapa berkas. Seperti foto copy ijazah SD RK 4 dan SMP Bumiputera atas nama Hulman Sitorus, ijazah SMP pembanding milik Sefri Sipayung.

Selanjutnya surat Sekretaris Dinas Pendidikan (Disdik), Hotma Aritonang (pada masa saat itu), tertanggal 2 Agustus 2011, penarikan pengesahan ijazah Hulman. Terakhir surat tanggal 5 Agustus 2010, ditandatangani Kadisdik, Jonson (pada masa itu), juga menjelaskan penarikan ijazah SMP Bumiputra itu, dan dinyatakan tak berlaku lagi. (js)

POLDASU USUT IJAZAH WALIKOTA SIANTAR HULMAN SITORUS



TRIBUN-MEDAN.com,  PEMATANG SIANTAR
- Dugaan ijazah palsu Wali Kota Hulman Sitorus ternyata sedang dalam pengusutan Polda Sumut. Empat saksi telah dimintai keterangan di Mapolda.

Bonatua Naipospos, yang melaporkan dugaan pemalsuan surat tersebut ke Badan Reserse Kriminal Polri, mengatakan laporannya tersebut telah diteruskan ke Polda Sumut sejak Juli. "Saya baru mengungkapkan ini karena kemarin kan masih bulan Ramadan," katanya, di Rumah Sakit Suaka Insan, Jumat (9/9).

Selain itu, sakit yang membuatnya harus rawat inap juga menghambat pengungkapan informasi ini ke publik. Polda Sumut, kata Bonatua, telah memanggil empat orang saksi. Pertama adalah Rocky Marbun sebagai orang yang pertama kali memunculkan dugaan tindak pidana ini ke publik. Kedua, Sefri Sipayung. Sefri adalah pemilik ijazah yang dipakai Bonatua sebagai pembanding dengan ijazah Hulman.

"Mereka sama waktu ujiannya. Tapi, coba lihat ijazah Hulman! Tidak ada dijelaskan dimana Hulman ujian," tuturnya. Selain itu, panitia ujian yang menandatangani ijazah Wali Kota Pematangsiantar itu juga berbeda dengan yang menandatangani ijazah Sefri.

Saksi lain yang dipanggil oleh Polda Sumut adalah mantan Kepala Dinas Pendidikan Pematangsiantar Jonson Simanjutak dan Sekretaris Dinas Hotma Aritonang. Pada Ahustus 2010, Kadis Jonson Aritonang pernah menyurati Wali Kota Hulman Sitorus tentang klarifikasi ijazah yang diminta DPRD Pematangsiantar.

Berdasarkan penelitian mereka ijazah SMP Bumiputera atas nama Hulman Sitorus dianggap tidak berlaku. Bonatua yang telah mendorong pengusutan dugaan pemalsuan surat ini sejak Juli lalu mengaku siap berjuang. Selain melaporkan dugaan pemalsuan ijazah, Bonatua juga melaporkan Hulman Sitorus karena dugaan nepotisme pada pemilihan Dewan Pengawas PDAM Tirtauli. (ton) Selengkapnya Baca edisi cetak halaman 20 hari ini.


Penulis : Liston Damanik
Editor : Fariz
Sumber : Tribun Medan

10 Bupati desak Gubsu Soal Inalum

Urus Inalum, 10 Bupati/Wako Siap Tinggalkan Gatot Cetak E-mail
Jumat, 16 September 2011
JAKARTA-Juru Bicara 10 Pemkab/Pemko di sekitar Danau Toba, Mangindar Simbolon, semakin terbuka mengungkapkan kekecewaannya terhadap Plt Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho. Seperti pernah disampaikan sebelumnya, bupati Samosir itu menilai Gatot lambat bergerak.

Menurut Mangindar, jika Gatot tidak serius mengkoordinasi 10 bupati/wali kota untuk mempersiapkan diri ikut mengelola PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) pasca 2013, maka dampaknya bisa sangat buruk.
“Kita khawatir dengan persiapan Pemprov yang kita nilai kurang serius, kita khawatir kita kehilangan jatah saham Inalum,” ujar Mangindar Simbolon kepada wartawan di Jakarta, Kamis (15/9).
Dia cerita, sekitar dua bulan lalu ada pertemuan antara 10 bupati/wali kota dengan pihak Pemprov Sumut. Hanya saja, saat itu Gatot pun tak hadir. Dari Pemprov yang hadir hanya Kepala Bappeda. Gatot yang tidak datang, sudah sangat mengecewakan para bupati/wali kota.
Kekecewaan yang kedua, yang dibahas dalam pertemuan hanya masalah data-data pendukung saja, yang akan disodorkan ke pemerintah pusat. “Pertemuan tidak membahas hal yang substantif, yakni soal pembentukan konsorsium daerah yang nantinya ikut terlibat pengelolaan Inalum. Jadi, tidak ada kesimpulan. Jauh dari yang kita harapkan,” ujar Mangindar blak-blakan.
Lantas, apa yang akan dilakukan oleh 10 bupati/wali kota selanjutnya? Mangindar mengatakan, untuk sementara pihaknya masih menunggu respon Gatot. Sebagai bupati/wali kota, ujarnya, tentunya sangat ingin tetap berpegang pada etika pemerintahan. Para bupati, lanjut Mangindar, akan tetap berupaya berada di bawah koordinasi Gatot untuk mengurus jatah saham Inalum.
Hanya saja, tetap ada tenggat waktunya. Ke-10 bupati/wali kota siap memperjuangkan jatah saham Inalum untuk pemda, tanpa perlu keterlibatan Gatot. “Jika sampai akhir 2011 tak ada yang konkrit dari provinsi, ya kita akan bertindak (tanpa menunggu koordinasi Gatot, red),” ujar Mangindar.
Hanya saja, kata Mangindar, jika hal itu sampai terjadi, maka akan melemahkan bargaining position pemda di hadapan pemerintah pusat. “Di saat seperti ini, kita butuh kekompakan daerah karena kita perlu bargaining position yang kuat terhadap pusat,” kata Mangindar.
Mangindar sebelumnya pernah mengatakan, saat ini mendesak untuk segera membahas pembentukan konsorsium, karena menyangkut share saham pemprov, 10 pemkab/pemko, dan pihak swasta yang akan digandeng. “Biar sejak awal kita tahu, berapa sih sebenarnya keuntungan yang akan masuk ke pemda,” kata Mangindar.
Mangindar mengakui, memang pemda sudah pernah membuat kesepakatan yang diteken Pemprov saat itu masih dipimpin Gubernur Syamsul Arifin, dan 10 bupati/wali kota, dengan Jenderal TNI (Purn) Luhut Panjaitan sebagai pemilik PT Toba Sejahtera. Hanya saja, kesepatan pemda dengan PT Toba Sejahtera yang sudah diteken itu belum bisa dikatakan sebagai keputusan final.
“Karena itu tingkatannya baru kesepakatan. Karena dulu belum melibatkan DPRD. Kalau sudah ada persetujuan DPRD, setelah matang, baru dituangkan dalam bentuk perda,” terang Mangindar beberapa waktu lalu.
Ke-10 kabupaten/kota yang ada di sekitar Danau Toba yakni Taput, Tobasa, Samosir, Humbahas, Simalungun, Karo, dan Dairi. Sedang tiga kabupaten/kota di bagian hilir Danau Toba yakni Asahan, Batubara, dan Kota Tanjung Balai.(sam)
 
<="" a="">

Rabu, 14 September 2011

DUGAAAN IJAZAH PALSU WALIKOTA SIANTAR HULMAN SITORUS DILAPOR KE MABES POLRI


PEMATANGSIANTAR (EKSPOSnews):

Masalah dugaan ijazah palsu SMP milik Wali Kota Pematangsiantar, Hulman Sitorus memunculkan babak baru. Sebelumnya, Majelis Muslimim Indonesia (MMI) Kota Pematangsiantar beberapa waktu lalu, dalam aksi unjuk rada ke gedung DPRD setempat menyoroti ijazah SMP Hulman.

Kali ini Bona Tua Naipos-pos melaporkan dugaan ijazah palsu Hulman ke Mabes Polri pada tanggal 21 Juli 2011. Ini berdasarkan bukti tanda lapor No Pol: TBL/281/VII/2011/Bareskrim berrdasarkan Laporan Polisi No Pol: LP/469/VII/2011/Bareskrim tanggal 21 Juli 2011 yang diterima petugas Perwira Siaga, Aipda Edy Wuryanto SH.

Dalam laporan itu disebutkan, terlapor Hulman Sitorus, dengan perkara yang disangkakan berupa pemalsuan surat atau membuat surat palsu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 KUHP.

Pengaduan ijazah SMP Bumiputra milik Hulman itu dibenarkan Bona Tua, saat ditemui Jumat 9 September di Klinik Suka Insani Jalan Seram, Kecamatan Siantar Barat. Menurut mantan anggota Dewan Pengawas PDAM Tirtauli ini, laporan yang disampaikan juga dilampirkan beberapa berkas.

Seperti foto copy ijazah SD RK 4 dan SMP Bumiputera atas nama Hulman Sitorus, ijazah SMP pembanding milik Sefri Sipayung. Selanjutnya surat Sekretaris Dinas Pendidikan (Disdik), Hotma Aritonang (saat itu), tertanggal 2 Agustus 2011, penarikan pengesahan ijazah Hulman. Terakhir surat tanggal 5 Agustus 2010, ditandatangani Kadisdik, Jonson, juga menjelaskan penarikan ijazah SMP Bumiputra itu, dan dinyatakan tak berlaku lagi.

Penasehat MMI Kota Pematangsiantar ini juga menuturkan, Mabes Polri menerbitkan surat No: B/9707/Ops/VII/2011/Bareskrim perihal pelimpahan laporan polisi tertanggal 26 Juli 2011 yang ditujukan ke Kapolda Sumut. Surat itu juga tembuskan pada dirinya sebagai pelapor.

Dalam surat Mabes Polri yang ditandatangani Karo Binops Bareskrim Polri, Brigjen Achmad Hidayat, dijelaskan tentang adanya dugaan tindak pidana sebagaimana dilaporkan Bona Tua terhadap terlapor Hulman Sitorus (Wali Kota Pematangsiantar). Kasus ini terkait pemalsuan surat yang digunakan sebagai persyaratan menjadi Wali Kota Pematangsiantar.

Disebut juga pasal yang disangkakan sudah memenuhi unsur namun masih perlu didalami, maka untuk kelancaran penyidikannya sebaiknya ditangani di Ditreskrim Polda Sumut. Poldasu juga diminta melaksanakan gelar perkara intern, untuk menentukan kasus itu tindak pidana atau tidak, serta melaporkan perkembangannya pada Kabareskrim Polri.

Bona Tua mengatakan, ada empat saksi yang telah diperiksa penyidik Polda Sumut pada tanggal 8 Agustus 2011 lalu, dengan juru periksa (juper) Kompol R Purba. Saksi yang dperiksa, yakni Rock Marbun (pihak yang menyampaikan berita dugaan ijazah palsu Hulman), Sefri Sipayung, Hotma Aritongan, dan Jonson.

Bona Tua menjelaskan, berdasarkan bukti ijazah Hulman adalah kelulusan tanggal 21 Nopember 1970. Namun dalam lembar bukti foto copy ijazah yang dijadikan bukti, menurutnya ada kejanggalan yang diragukan keabsahannya.

Contohnya, pemegang ijazah (Hulman Sitorus) adalah sebagai pelajar di SMP Bumiputra di Pematangsiantar dengan No Induk 60. Dalam catatan yang menuliskan dalam ujian penghabissan yang diselenggarakan dari tanggal 19 Oktober 1970 sampai dengan tanggal 28 Oktober 1970 tidak ada tertulis di mana tempat ujiannya. Sementara dalam ijazah pembanding milik Sefri Sipayung, dengan nomor Surat Keputusan (SK) yang sama dengan ijazah SMP milik Hulman, jelas ditulis kota tempat pelaksanaan ujian, yakni Pematangsiantar.

Selain itu nama Panitia Ujian antara ijazah Hulman dan Sefri berbeda, sedangkan keduanya lulus pada tahun dan tanggal yang sama. Pada ijazah Sefri Sipayung Ketua Panitia, HP Pardede dan Penulis C Hutapea. Sementara ijazah Hulman, Ketua Panitia Ujian, M Parhusip dan Penulis N Silalahi .

"Kita berharap pengaduan itu dapat ditindaklanjuti dan tak terhenti. Sehingga jelas duduk permasalahannya dari segi hukum," ungkapnya.

Saat disinggung mengenai dipublikasikannya laporan pengaduan itu, dengan renta waktu cukup lama, Bona Tua menyampaikan beberapa alasan. Seperti adanya bulan puasa dan Ramadhan saat dia membuat pengaduan, sehingga tak relevan jika dipublikasikan. Hal lain, akibat kondisi fisiknya melemah karena sakit.

Dia mengaku siap berjuang terus untuk penuntasan dugaan ijazah Hulman tersebut. Sedangkan alasan pengaduan itu ke Mabes Polri, Bona Tua mengaku ini melihat kasus sebelumnya yang dilaporkan ke Polres Pematangsiantar. Ini terkait gugatan atas pemecatan dirinya sebaga Dewan Pengawas PDAM Tirtauli, dan pengangkatan dilakukan Hulman mengandung unsur nepotisme.

"Ternyata sebelum terlapor (Hulman) diperiksa, polisi sudah mengeluarkan SP3. Akhirnya saya menyampaikan gugatan ke PTUN, dan dimenangkan," paparnya, dan mengaku ini membuatnya semangat, sehingga melaporkan masalah ijazah itu ke Mabes Polri.

Wali Kota Hulman Sitorus belum dapat dikonfirmasi terkait laporan dugaan ijazah palsu tersebut. Pasalnya, tak ada nomor kontak orang nomor satu di Kota Pematangsiantar itu yang dapat dihubungi. (js)
· · · 10 September jam 23:25 dekat

Tujuh Tahun Jalan Tak Diperbaiki, Rakyat Demo di Boluk Simalungun



Cetak E-mail
Rabu, 14 September 2011
Ratusan warga yang tergabung dalam Kesatuan Masyarakat Boluk memblokir jalan umum Bosar Maligas, Simalungun, Selasa (13/9). Massa yang didominasi perempuan itu menuntut pemerintah dan perusahaan perkebunan memperbaiki jalan menuju Bosar Baligas.
FOTO:TONGGO SIBARANI
DEMO: Ratusan massa memblokir jalan Bosar Maligas, Selasa (13/9). Massa meminta jalan diperbaiki. Aksi ini akan tetap berlanjut kalau tuntutan mereka tidak terealisasi.
Selama sekira tiga jam berunjuk rasa dan memblokir jalan, massa juga membakar ban bekas di tengah badan jalan. Massa membubarkan diri setelah poin-poin tuntutan mereka diterima Kakan Kesbang Pol Linmas Pemkab Simalungun, H Djadiaman Purba.
Disebutkan massa, selama tujuh tahun terahir jalan di daerah mereka rusak. Akibatnya, masyarakat yang merasakan pahitnya melintasi jalan sepanjang 14 kilometer itu. Jika musim hujan, jalan berlumpur. Sedangkan di musim kemarau, debu beterbangan.
Ida (45) seorang warga yang bertempat tinggal di pinggir jalan Bosar Maligas mengatakan, sudah tujuh tahun jalan tersebut rusak. Mobil yang melintas, kerap seperti akan terbalik.
“Setiap truk lewat, kami jantungan. Kami takut mobilnya terbalik. Apalagi kalau musim hujan, jalan berlumpur mirip kubangan kerbau. Kalau musim panas, jalan berdebu, menganggu kesehatan masyarakat,” tukasnya. Lebih lanjut Ida mengatakan, jika pemerintah tidak ada niat memperbaiki jalan, masyarakat akan memblokir jalan hingga pemerintah merealisasikan tuntutan mereka. Atau masyarakat akan menyebar bibit ikan lele di jalan tersebut.
“Selain pemerintah bertanggungjawab memperbaiki jalan, perusahaan perkebunan yang paling utama memberikan tanggungjawabnya memperbaiki jalan ini,” kesalnya.
Koordinator aksi, Sugiman dalam orasinya meminta Bupati dan DPRD Simalungun turun ke Bosar Maligas untuk melihat langsung kondisi jalan yang rusak parah. Karena jalan rusak, warga sekitar kerap terserang sesak nafas dan batuk.
Menurutnya, yang paling bertanggungjawab memperbaiki jalan adalah perusahaan yang membuat jalan tersebut rusak. Misalnya, PTPN IV Mayang, Perkebunan Bukit V, dan PT Harkat Sejahtera. Kendaraan perusahaan tersebut, katanya, setiap hari melintas di jalan itu, termasuk yang bermuatan CPO melebihi tonase.
“Kekuatan jalan hanya untuk mobil bermuatan delapan sampai sepuluh ton. Sedangkan mobil perusahaan itu bermuatan 20 sampai 40 ton. Mereka yang paling utama membuat jalan ini rusak. Artinya mereka juga yang harus bertanggungjawab. Pemerintah harus tegas menyikapi kejadian ini,” terangnya.
Masih kata Sugiman, akibat kerusakan jalan, banyak pengendara mengalami kecelakaan, khususnya kendaraan roda dua. Sedangkan mobil sering terbalik.
“Tidak ada lagi jalan yang bisa dipilih. Dari kiri rusak, dari kanan rusak, apalagi dari tengah, makin rusak. Sampai kapan kami merasakan pahitnya melintas di jalan kubangan kerbau ini?” keluhnya.
Masih kata Sugiman, dalam orasinya masyarakat meminta dalam pembahasan PAPBD Simalungun 2011, supaya perbaikan jalan Bosar Maligas dianggarkan. “Kalau tuntutan perbaikan jalan tidak terealisasi, masyarakat Bosar Maligas akan buat gerakan di luar dugaan Pemkab Simalungun!” tegasnya.
Terpisah, Kakan Kesbang Pol Linmas Pemkab Simalungun, H Djadiaman Purba, berjanji menyampaikan tuntutan masyarakat Bosar Maligas kepada Bupati Simalungun. Ia mengaku telah merasakan pahitnya melintasi jalan di Bosar Maligas.
“Saya baru setengah jam sampai ke tempat demo ini, badan saya rasanya seperti patah-patah. Saya akan sampaikan tuntutan masyarakat kepada Bupati Simalungun. Kamis depan kita agendakan perwakilan masyarakat bertemu langsung dengan Bupati Simalungun JR Saragih dan Ketua DPRD Binton Tindaon,” terangnya.
Camat Bosar Maligas M Andreas Simamora di lokasi demo menambahkan, perbaikan jalan Bosar Maligas telah diajukan ke pemerintah pusat. Sekarang ini masih dalam tahap menunggu P-APBD Sumut disahkan.
“Sepanjang 14 kilometer jalan Bosar Maligas sudah masuk dalam pengajuan perbaikan oleh pemerintah pusat. Bahkan direncanakan dibangun dan dilebarkan menjadi 20 meter, karena ada perusahaan baru. Kalau Pemkab Simalungun diharapkan memperbaiki jalan rusak ini, kurang etis. Sebab klasifikasi pembangunan Pemkab adalah kelas 3C. Sedangkan klasifikasi yang dibutuhkan lebih dari situ. Sebaiknya jalan ini mengalami peningkatan dari jalan Pemkab menjadi jalan umum milik provinsi. Sehingga mobil truk bermuatan 40 ton bisa melintas,” terangnya.
Kemarin, puluhan polisi dari Polres Simalungun dikerahkan melakukan pengamanan, dipimpin langsung Kapolres AKBP M Agus Fajar. Sebelum kedatangan aparat keamanan, sempat terjadi aksi saling dorong antara massa dengan pengendara. Kedatangan Kapolres langsung membuat situasi kondusif. Dan setengah badan jalan dibuka dari yang sebelumnya ditutup total. Meskipun hanya dibuka setengah badan jalan, namun mobil milik perusahaan tidak diizinkan melintas. Sementara warga membakar sejumlah ban bekas di tiga titik jalan yang dianggap paling rusak parah.
Ancam Blokir Total
Kamis besok (15/9) diagendakan DPRD dan Bupati Simalungun turun mengecek langsung kondisi jalan Bosar Maligas. Yang menggunakan jalan tersebut antara lain PTPN Kebun Mayang, Nagori Boluk, Nagori Mayang, Nagori Tempal Jaya, Nagori Sidumulio, PTPN Kebun Bukit V, Nagori Marihat Tanjung, Nagori Parbutaran, Nagori Marihat Butar, dan Nagori Sei Torop. Selain itu, terdapat beberapa kantor di wilayah tersebut, seperti Polsek Bosar Maligas, kantor Koramil 07, kantor KCD Pendidikan, Puskesmas, KUA dan MUI, PT Pos Indonesia, BRI, SMA Negeri 1, SMP Negeri 1, PT Murida Perkasa Maligas, dan PT Flora Perkasa Lestari, juga kantor-kantor pangulu.
Jika eksekutif dan legislatif ingkar janji, masyarakat mengancam memblokir total jalan Bosar Maligas. Bahkan kendaraan roda dua tidak diizinkan melintas. Sekretaris Kesatuan Masyarakat Boluk, Sugi mengatakan, warga sudah lama merasakan penderitaan akibat jalan rusak parah. Mereka mengaku sudah lelah dan bosan menantikan perbaikan jalan.
“Kami akan sediakan tenda untuk pertemuan nanti. Tapi kalau mereka tidak datang, kami akan blokir jalan. Tak satupun kendaraan yang bisa melintas!” tegasnya. (pos metro siantar/osi/awa)
 

BUPATI SAMOSIR DAN BUPATI SERGEI AKAN KULIAH DI HARVAD UNiVERSITY

, JAKARTA--
Sejumlah bupati dan wali kota akan menjalani pendidikan singkat di "Harvard Kennedy School of Government", Universitas Harvard, Amerika Serikat, selama sekitar tiga minggu.
Kepala daerah yang terpilih untuk mengikuti pendidikan tersebut yakni Bupati Serdang Bedagai, Samosir, Agam, Bengkalis, Sukabumi, Solok Selatan, Gresik, Malang, Kutai Kartanegara, Sumbawa Barat, Luwu Utara, Mamuju, Poso, Banyuwangi, dan Lampung Selatan. Kemudian, Wali Kota Kediri, Banjar Baru, Denpasar, dan Ternate.
Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri, Reydonnyzar Moenek, di Jakarta, Senin menjelaskan, bupati dan wali kota yang akan menjalani pendidikan tersebut berjumlah 19 orang dan mereka akan didampingi kepala bappeda masing-masing.
Dengan demikian sebanyak 38 orang akan diberangkatkan ke Amerika Serikat, bersama dengan dua orang pendamping dari Kementerian Dalam Negeri, kata Reydonnyzar.
Ia mengatakan 19 kepala daerah ini terpilih menjalani pendidikan singkat di Harvard, karena prestasi mereka selama menjalani orientasi kepemimpinan yang dilaksanakan Badan Diklat Kemdagri.
"Dalam orientasi kepemimpinan bagi kepala daerah, dipilih alumni yang terbaik. Mereka mendapat kesempatan untuk menambah pengalaman, pemahaman, dan wawasan di sana," katanya.
Pendidikan dan pelatihan bagi kepala daerah dan kepala bappeda di Harvard ini diperoleh atas kerja sama antara Rajawali Foundation dengan Harvard Kennedy School of Government, dan Kementerian Dalam Negeri.
Menurut Reydonnyzar, biaya pendidikan dan akomodasi selama pendidikan tersebut ditanggung oleh Rajawali Foundation dan Harvard Kennedy School of Government. Sedangkan uang saku bagi kepala daerah dibebankan pada APBD masing masing daerah.(republika go.id)

Selasa, 13 September 2011

STOP PENEBANGAN KAYU DARI KAWASAN PARAPAT

Cetak E-mail
Kapolres Dukung Instruksi Bupati
PARAPAT-Instruksi Bupati Simalungun yang menghentikan penebangan kayu termasuk pinus dari kawasan kota wisata Parapat Kecamatan Girsang Sipangan Bolon didukung penuh oleh Kapolres Simalungung AKBP Agus Fajar.
“Saya mendukung instruksi Bupati itu, dan bilamana ada anggota saya yang berada di Polsek Parapat diduga terlibat dalam permainan izin penebangan kayu, akan ditegur melalui Kapolsek Parapat AKP Hendra Eko Yulianto dan sesegera mungkin dilakukan tindakan disiplin dan pembinaan,” kata Kapolres kepada METRO, Sabtu (10/9).
Kapolres juga sudah melihat kerusakan jalan dan infrastruktur lainnya akibat maraknya penebangan kayu di berbagai daerah Simalungun termasuk Parapat.
Parahnya lagi, setelah ditebang ada yang langsung membakar lahan eks penebangan itu. Bukan itu saja, para pengusaha yang notabene katanya memiliki izin itu tak segan-segan menumpukkan kayu di pinggir Jalinsum Parapat, sehingga dapat menggnaggu pengendara dan tentu merusak pemandangan.
Kadishut Simalungun juga menegaskan, akan tetap menyurati semua instansi terkait, seputar instruksi bupati yang menhentikan izin penebangan kayu.
“Kalau ada izinnya kita tarik saja dulu, sebab dari pantauan Pak Bupati, lebih banyak dampak buruknya daripada keuntungan yang didapat dan PADnyapun tidak seberapa,” kata Kadishut.
Di lain pihak, saat ini bertepatan dengan musim hujan sehingga sangat dikhawatirkan rawan longsor yang dapat mengganggu arus lalu-lintas apalagi jelang hari libur nanti di penghujung tahun 2011. “Jadi semuanya kegiatan penebangan itu akan kita hentikan,” tegasnya. (jes/leo)

WARGA SINDAR DOLOG DEMO KE DPRD SIMALUNGUN


Cetak E-mail

Minta Tanah Mereka Dikembalikan
RAYA-Belasan warga Sindar Dolok Nagori Mariah Dolok Kecamatan Dolok Silau bersama puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Sayang Lingkungan (Saling) USI demo ke DPRD Simalungun, Senin (12/9) pukul 11.00 WIB. Mereka menuntut penyelesaian tapal batas dan tanah warga Sindar Dolok dikembalikan.
Sekitar pukul 11.00 WIB, warga bersama mahasiswa tiba di kantor DPRD dan langsung menggelar spanduk dan berorasi di depan ruangan Ketua DPRD. Selama 30 menit berorasi tidak ada satupun anggota DPRD yang muncul.
Koordinator aksi Jhon Roysen Purba menyebutkan kedatangan mereka ke DPRD merupakan yang ketiga kalinya. Selama ini, kata Purba, apa yang mereka sampaikan tidak direspon DPRD, terakhir mereka datang 28 Juli lalu.
Lanjut Purba, permasalahan di Nagori Mariah Dolok saat ini menyangkut tapal batas antara dua nagori, yaitu Nagori Mariah Dolok dengan Nagori Dolok Mariah. Disebabkan ini, ada pihak ketiga yang merupakan warga di luar nagori ini yang memanfaatkan situasi dengan menjual tanah kepada orang lain.
“Selama ini kami lihat DPRD diam dan tidak bekerja, sudah dua kali kami datang hingga sekarang belum tuntas juga permasalahan ini. Hari ini merupakan kali ketiga kami ke DPRD, kepada siapa lagi rakyat di Simalungun ini mengadu kalau bukan ke DPRD,” teriak Purba dalam orasinya.
Setelah orasi bergantian antara mahasiswa dan warga serta diselingi lagu perjuangan tentang rakyat yang melakukan demonstrasi. Sekitar pukul 11.30 WIB, sekretaris DPRD Simalungun SML Simangunsong mengajak para warga dan mahasiwa ini masuk ke ruang rapat DPRD.
Dalam ruang rapat, hadir Ketua DPRD Binton Tindaon, Wakil Ketua DPRD Burhanuddin Sinaga, Ketua Komisi I Monandus Sitanggang bersama anggota Komisi I lainnnya.
Pemkab Simalungun dipimpin Asisten I Jonni Saragih, Kepala BPMN Asimar Dongoran, Kabag Tapem Rizal EP Saragih, dan beberapa pejabat dari Dinas Kehutanan.
Jonni Saragih menyebutkan, selama ini pemkab telah melakukan berbagai upaya untuk menyelesaikan sengketa tapal batas antara dua nagori.
Terakhir pertemuan dilakukan 28 Agustus lalu dengan melibatkan BPN, BPS dan SKPD terkait dengan masalah ini. Namun kesimpulan saat itu, data tentang tapal batas ini perlu diambil lagi ke lapangan.
Terkait tanah warga yang diperjualbelikan kepada pihak luar, lanjut Saragih, mereka siap membantu warga menyelesaikannya dengan syarat para warga ini menyiapkan dokumen penting tentang tanah mereka.
Saat ini pihaknya telah memerintahkan kepada camat dan pangulu untuk tidak lagi menerbitkan SKT (Surat Keterangan Tanah) di lahan sengketa ini.   
“Jika pun berubah tapal batas tidak akan hilang hak kepemilikan tanah, jika memang Bapak-bapak yang datang ini memiliki riwayat kepemilikan tanah itu, dengan data itupun  akan kita tanggapi. Kita akui di Simalungun ini masih banyak warga yang belum memiliki sertifikat tanah, paling yang punya sertifikat baru sekitar 30 persen,” terangnya.
Senada Camat Dolok Silalu MU Barus juga telah berupaya menyelesaikan ini dengan memerintahkan kedua pangulu nagori yang bersengketa ini untuk menyerahkan dokumen lama tentang tapal batas dua nagori. Namun hingga kini hal itu belum dilaksanakan dua pangulu ini.
Lisen Damanik, warga Sindar Dolok menyebutkan, permasalahan yang mereka hadapi bukan saja tapal batas antara dua nagori yang sewaktu-waktu bisa memicu perkelahian antar kampung. Namun lebih dari itu, tanah yang mereka garap dan kerjakan selama ini telah dikuasai oleh salah seorang pengusaha kayu berinisial GT.
“Sudah empat tahun kami dilarang mengerjakan tanah milik kami sendiri dan sampai kini kami masih ketakutan setiap hari. Kalau ingin DPRD membantu kami,” pintanya.
Ketua DPRD Simalungun Binton Tindaon meminta Pemkab Simalungun untuk turun tangan ke lokasi. Dia juga mengimbau agar Asisten I segera memanggil dua pangulu nagori, tokoh masyarakat setempat, Gustav Butarbutar, GT dan pihak lainnya.

MANTAN WALIKOTA PEMATANG SIANTAR IR RE SIAHAAN MENGADU KE KOMISI ETIK KPK

Cetak E-mail
Selasa, 13 September 2011
Desak Penyidik Periksa Saksi Meringankan
SIANTAR-Tersangka kasus korupsi dana bantuan sosial (bansos) Pemko Pematangsiantar tahun 2007, RE Siahaan melapor ke Komite Etik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mantan Wali Kota Pematangsiantar itu mendesak KPK memeriksa saksi yang meringankan. Alasannya, RE Siahaan tidak terkait langsung dengan dugaan korupsi tersebut.

RE Siahaan melalui kuasa hukumnya Junimart Girsang kepada METRO, Senin (12/9) menerangkan, dalam pengaduan ke Komite Etik KPK, disebutkan agar penyidik menghadirkan saksi meringankan, terutama Kepala Inspektorat Pematangsiantar tahun 2007 Nelson Siahaan serta tiga tim pemeriksa, Kepala Bagian Bina Sosial Cristina Rispani Sidauruk, serta seluruh nama yang telah diajukan, termasuk Kapolresta Pematangsiantar dan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Pematangsiantar tahun 2009 atas nama Nelson Sembiring.
“Klien kami meminta saksi a de charge (meringankan, red) dengan mengajukan sejumlah nama yang berhubungan langsung dengan permasalahan bantuan sosial tahun 2007, di mana Saudara Aslan telah dilaporkan karena tidak mampu mempertanggungjawabkan penggunaan dana Rp4,7 miliar. Jika dugaan korupsi bantuan sosial yang dikenakan kepada klien kami, maka kami pertanyakan bantuan sosial yang mana?” kata Junimart melalui telepon.
Lebih lanjut Junimart menjelaskan, azas kepastian hukum harus dijunjung tinggi dalam kasus ini sehingga keadilan benar-benar dapat dirasakan semua pihak, termasuk kliennya. Dugaan korupsi dana bansos telah adukan ke Polresta PematangsSiantar serta telah disidik, bahkan dinyatakan lengkap (P21). Selanjutnya Kejari Pematangsiantar menyatakan P22 serta siap diajukan ke persidangan. Namun yang bersangkutan (Aslan, red) keburu melarikan diri serta saat ini masih dalam daftar pencarian orang (DPO).
“Ini yang kami adukan kepada Komite Etik KPK. Proses penyidikan terhadap kasus yang sama. Saksi yang meringankan sebagai saksi utama memang harus dihadirkan, terutama menyangkut dana bansos,” kata Junimart.
Untuk dugaan korupsi dana rehabilitasi di Dinas Pekerjaan Umum (PU), Junimart menegaskan, kuitansi bermaterai sebesar Rp1,5 miliar ditandatangani Asisten I Lintong Siagian, Asisten II M Akhir Harahap, dan Asisten III Marihot Situmorang serta Kepala Bagian Sosial Aslan sebagai pihak yang memberikan.
“Dari dua kasus yang diajukan, nama RE Siahaan tidak terkait langsung. Maka kami meminta KPK menghadirkan saksi a de charge agar kasus ini jernih sesuai hukum yang berlaku. Kami akan kami tandatangani BAP jika memang hak-hak kami telah dipenuhi. Demi prinsip transparansi yang berkeadilan dan demi tegaknya hukum dalam persamaan hak, kami minta KPK mengabulkan permohonan klien kami,” kata Junimart.
Dosen Hukum Pidana Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) YNI Pematangsiantar Sarbudin Panjaitan mengatakan, saksi meringankan merupakan hak tersangka. Selain memang diatur dalam KUHAP bahwa saksi meringankan yang diajukan tersangka dalam tingkat penyidikan, oleh penyidik wajib dipanggil dan diperiksa.
Lebih lanjut Sarbudin menjelaskan, sejalan dengan hukum tersebut, semua nama-nama yang diajukan oleh tersangka RE Siahaan dalam berkas pemeriksaaannya atau atas permintaannya, wajib diperiksa penyidik.
“Mencurigakan, terutama dengan munculnya kuitansi sebesar Rp1,5 miliar dari Aslan kepada tiga Asisten, yakni Lintong Siagian, M Akhir Harahap, dan Marihot Situmorang. Karena pada pemeriksaan di Polresta Pematangsiantar dan pemeriksaan Inspektorat, kuitansi tersebut tidak ada. Janggalnya kenapa di KPK ada? Ketiganya (mantan Asisten, red) memang harus dipanggil serta diperiksa KPK untuk mengklarifikasi keberadaan kuitansi tersebut,” beber Sarbudin
Sarbudin menambahkan, pengaduan ke Komite Etik KPK oleh tersangka yang menjalani proses penyidikan di KPK merupakan hal tepat. Ini untuk menguji apakah penyidik KPK telah melaksanakan tugas sesuai peraturan yang berlaku sebelum menetapkan tersangka. Jika belum, maka penyidik dapat diperiksa agar tidak merugikan hak-hak tersangka serta tidak menimbulkan kerancuan dalam hukum. (esa/awa)
 

Minggu, 11 September 2011

Aneh dan Ganjil, Pergantian Pejabat di Pemkab Simalungun



Oleh : Ramlo R Hutabarat





Dengan terus terang saya akui sekarang, sesungguhnya saya tidak pernah lulus dari SD Inpres. Persoalannya, waktu itu belum ada SD Inpres. Saya hanya tamat dari SD Swasta saja, itu pun masuk sore pula. Dan waktu SMP, benar saya sempat masuk SMP Negeri di Kuala Simpang Aceh Tamiang (dulu Aceh Timur), tapi akhirnya tamat dari SMP Swasta juga di SMP PTPN I Kebun Lampahan, Aceh Tengah. Kesimpulannya, sejak sekolah saya memang orang swasta. Bahkan gelar kesarjanaan saya cuma dari perguruan tinggi swasta yang tidak memiliki akreditasi, sehingga gelar itu tidak pernah saya pakai di depan nama saya. Tegasnya, saya tidak berhak menggunakan gelar kesarjanaan itu hingga nama saya tetap Ramlo R Hutabarat.



Tapi jangan salah. Meski pun menjadi murid SD Swasta dan masuk sore pula, saya terbilang cerlang dan cemerlang di antara kawan-kawan saya satu kelas. Sejak kelas I SD hingga kelas III SMP saya tetap menjadi Ketua Kelas. Menjadi Ketua Kelas karena dipilih secara aklamasi oleh teman-teman sekelas, dan disetujui oleh Wali Kelas. Jelasnya, saya tidak pernah dipilih dan diangkat menjadi Ketua Kelas secara serampangan dan asal pilih. Dan yang patut dicatat, saya tidak pernah diberhentikan sebagai Ketua Kelas secara tiba-tiba dan mendadak tanpa sebab. Ya, meski pun saya Ketua Kelas SD Swasta yang masuk sore, tapi kedudukan saya sebagai Ketua Kelas tidak pernah dicopot tanpa alasan yang jelas.



Kondisi yang paradoksal sekarang terjadi di jajaran Pemkab Simalungun, semasa pemerintahan JR Saragih. Pergantian pejabat pemerintahan di lingkungan Pemkab Simalungun, agaknya dilakukan dengan gampang sekali dan terkesan sesuka hati penguasa. Sebulan dua bulan pertama pemerintahan JR Saragih di Simalungun, saya masih mencatat berapa kali dilakukan pergantian pjabat. Tapi belakangan karena terlalu acapnya dilakukan pergantian pejabat, saya pun jadi jenuh dan lelah untuk mencatatnya. Makanya sekarang, saya tidak tahu lagi sudah berapa pejabat yang diganti selama sebelas bulan pemerintahan JR Saragih.



Yang menarik dicatat, JR Saragih dilantik pada 28 Oktober 2010, kebetulan hari Kamis. Lantas, besoknya Jumat 29 Oktober 2011 artinya sehari setelah dilantik, JR Saragih mengganti beberapa pejabat Eselon II. Almarhum Revanus Sormin yang waktu itu memang sudah memasuki masa usia pensiun, digantikan Anna Girsang sebagai Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. Menjadi lebih menarik, sebab Anna pun sesungguh sudah memasuki masa usia pensiun juga. Barangkali, inilah pergantian pejabat yang paling tercepat di tanah air yang pernah terjadi. Cermati saja, hari ini bupati dilantik besoknya dia melakukan pergantian pejabat.



Lantas, Senin berikutnya – hari pertama pada pekan pertama setelah JR Saragih dilantik - belasan pejabat pun diganti. Selanjutnya dan selanjutnya, aparat Pemkab Simalungun pun bolak balik diganti terkesan bongkar pasang dan tambal sulam. Berita-berita pergantian pejabat di jajaran Pemkab Simalungun pun tak menarik lagi untuk diikuti di surat-surat kabar karena sudah terlalu sering. Sekiranya saya Pemred sebuah surat kabar (Pemimpin Redaksi) saya tak akan lagi mempublikasi peristiwa pergantian pejabat itu karena sudah terlalu sering.



Menjadi aneh dan ganjil, di antara pejabat yang diganti ada yang hanya hitungan hari diganti lagi dengan orang lain. Ada malah yang dicopot dari jabatan A misalnya dan ditempatkan di jabatan B tapi dikembalikan lagi ke jabatan A tadi dalam tempo yang tidak terlalu lama. Binsar Situmorang yang belum satu tahun bertugas di Pemkab Simalungun misalnya, sudah pernah menjadi Asisten III Setdakab Simalungun, Kepala Dinas Koperasi, dan sekarang Kepala Bappeda. Kepala BKD (Badan Kepegawaian Daearah) dalam tempo belum satu tahun sudah beberapa kali pula diganti. Padahal, SKPD ini merupakan salah satu SKPD yang cukup taktis dan strategis di tubuh sebuah Pemkab.



Kepala Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Asset Daerah , sudah tiga kali diganti oleh JR Saragih. Dari Duarman Purba digantikan oleh Resman Saragih yang ‘diimport’ dari Pemko Pematangsiantar, lantas sekarang diganti lagi oleh Gideon Purba. Kepala Bagian Humas pada Setdakab, sudah diganti entah sudah berapa kali dalam sebelas bulan terakhir. Mulai dari Simeseno Hia, Jonny Saragih, entah siapa, Banjarnahor, dan pekan ini digantikan lagi oleh seseorang yang saya tidak tahu namanya. Begitu juga yang lain-lain, yang kalau saya paparkan namanya sekarang disini tidak akan cukup untuk ditampung kolom ini.



Tidak Kondusif



Sebagai seorang awam di bidang pemerintahan, saya tidak paham sekali dengan tata cara dan mekanisme pergantian pejabat di lingkungan pemerintahan. Apalagi bila dibanding dengan JR Saragih yang katanya merupakan seorang doktor dalam bidang ilmu pemerintahan. Saya hanya bisa membandingkan dengan Pemda (Pemerintah daerah) lainnya di tanah air, yang tak pernah saya dengar asyik menggonta-ganti pejabatnya. Tak usah jauh-jauh membandingkannya dengan daerah lain. Pemko Pematangsiantar saja sebagai tetangga terdekat Pemkab Simalungun, tidak seobral Pemkab Simalungun ketika mengganti – ganti pejabatnya. Padahal, Hulman Sitorus yang sekarang Walikota Pematangsiantar, bukan siapa-siapa latar belakang pendidikannya jika dibandingkan dengan JR Saragih.



Yang saya pahami hanya, dalam pergantian pejabat akan diiringi dengan suasana yang baru. Dari jabatan yang lama kemudian pindah ke jabatan yang baru saya pikir akan terjadi sesuatu yang harus dipelajari oleh masing-masing pejabat. Suasana yang baru boleh jadi antara lain membangkitkan gairah kerja, inovasi, kreasi, bahkan inspirasi. Tapi begitu mendadak dan tiba-tiba dimutasi ke tempat lain lagi, semua akan sirna dan hilang. Padam. Dan jika kondisi ini terjadi berulang-ulang, bahkan bisa justru mematikan kreatifitas.



Yang saya pahami juga, pergantian pejabat akan selalu diiringi oleh pertimbangan-pertimbangan seperti yang diisyaratkan oleh peraturan perundangan. Juga, tentu, selain pertimbangan-pertimbangan khusus yang tersirat dan yang tersurat Apalagi, seorang kepala daerah yang sudah barang tentu memiliki wewenang. Wewenang untuk menjalankan peraturan perundangan yang berlaku. Jadi justru tidak dengan sewenang-wenang. Sebab, kesewenang-wenangan bisa melahirkan kelaliman. Dan kelaliman bisa berbuntut pada penzoliman.



Mencermati pergantian demi pergantian pejabat di jajaran Pemkab Simalungun yang dilakukan JR Saragih, saya melihatnya justru malahirkan persoalan baru di tengah-tengah sesama PNS (Pegawai Negeri Sipil) yang ada. Itu antara lain timbulnya persaingan (kompetisi) yang tidak sehat di sesama PNS, sehingga menimbulkan pula sikap Amat (Ambil Muka Angkat Telor) dan ABS (Asal Bapak Senang) Sementara, jika sikap yang seperti ini sudah muncul di tengah PNS itu artinya etos kerja pun dengan sendirinya akan hilang, di mana prestasi pun tidak lagi mendapatkan apresiasi.



Dalam suatu pemerintahan, saya pikir di sesama aparaturnya perlu dan mutlak diciptakan suasana kondusif, nyaman dan tenang dalam bekerja. Sejuk dan teduh, bernaung di bawah kepemimpinan sang pemimpin. Pemimpin yang dibutuhkan saat ini, adalah pemimpin yang arif dalam mengambil suatu keputusan yang bersifat kebijakan. Sehingga, semua staf (PNS) dapat nyaman dan teduh dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya. Tidak malah grasa-grusu, takut dan kuatir kapan diganti. Bahkan boleh jadi, ketika menuju kantornya ada tanyadalam hati sendiri : Apakah sesampainya di kantor nanti saya akan diganti ?



Sudah barang tentu, saya tidak akan mengajari apalagi mendikte JR Saragih untuk mengambil sebuah kebijakan di Pemkab Simalungun secara khusus dalam soal ganti menganti pejabat. Apalagi, saya tidak memiliki kapasitas dan kapabilitas untuk itu. Saya sadar sekali, JR Saragih adalah seorang pintar dan cerdas, bahkan jago dan jago sekali. Beberapa jenjang pendidikan yang dimilikinya malah bisa dicapainya secara luar biasa cepatnya. Suatu prastasi pencapaian jenjang pendidikan yang terabaikan hingga luput dari catatan MURI (Museum Rekor Indonesia)



Cuma sebagai seorang jurnalis apalagi sebagai anak negeri Simalungun, saya berharap sekali agar JR Saragih ke depan ini tidak lagi melakukan pergantian pejabat dengan mendadak dan tiba-tiba sekali, tanpa pertimbangan bahkan justru melanggar aturan perundangan yang ada. Seorang Bupati antara lain pernah bersumpah untuk taat dan setia pada Pancasila dan UUD 1945, serta peraturan perundangan yang berlaku. Dan kalau seorang Bupati melanggar sumpahnya, menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 seorang Bupati bisa diusulkan oleh DPRD untuk diberhentikan oleh Menteri Dalam Megeri.



Hemat saya, selama ini DPRD Simalungun sudah cukup ‘bermurah hati’ terhadap JR Saragih dengan tidak melakukan langkah politik apa pun untuk meninjau kembali kedudukannya sebagai Bupati Simalungun. Tapi jangan karena mentang-mentang DPRD Simalungun ‘bermurah hati’ , JR Saragih pun mengambil sikap mumpung dan terus melakukan kesalahan yang sama berulang-ulang. Ingat saja ketika Plt Gubsu Gatot mengganti beberapa pejabat di lingkungan Pempropsu dengan tidak sesuai aturan, langkah apa yang dilakukan DPRD Sumatera Utara. Meski pun belakangan langkah DPRD Sumatera Utara tadi mentok oleh kekuatan politik yang tidak memihak kepada mereka.



Saya yang tamat dari SD Swasta dan masuk sore ini saja waktu menjadi Ketua Kelas dulu, tidak gampang diganti dan Ketua Kelas kami memang tak pernah pula diganti-ganti. Konon pula saya pikir, pejabat-pejabat di lingkungan Pemkab Simalungun. Percayakah Anda – Pembaca – pejabat pemerintah itu lebih jago dari Ketua Kelas SD Swasta yang masuk sore ?