Minggu, 11 September 2011

Aneh dan Ganjil, Pergantian Pejabat di Pemkab Simalungun



Oleh : Ramlo R Hutabarat





Dengan terus terang saya akui sekarang, sesungguhnya saya tidak pernah lulus dari SD Inpres. Persoalannya, waktu itu belum ada SD Inpres. Saya hanya tamat dari SD Swasta saja, itu pun masuk sore pula. Dan waktu SMP, benar saya sempat masuk SMP Negeri di Kuala Simpang Aceh Tamiang (dulu Aceh Timur), tapi akhirnya tamat dari SMP Swasta juga di SMP PTPN I Kebun Lampahan, Aceh Tengah. Kesimpulannya, sejak sekolah saya memang orang swasta. Bahkan gelar kesarjanaan saya cuma dari perguruan tinggi swasta yang tidak memiliki akreditasi, sehingga gelar itu tidak pernah saya pakai di depan nama saya. Tegasnya, saya tidak berhak menggunakan gelar kesarjanaan itu hingga nama saya tetap Ramlo R Hutabarat.



Tapi jangan salah. Meski pun menjadi murid SD Swasta dan masuk sore pula, saya terbilang cerlang dan cemerlang di antara kawan-kawan saya satu kelas. Sejak kelas I SD hingga kelas III SMP saya tetap menjadi Ketua Kelas. Menjadi Ketua Kelas karena dipilih secara aklamasi oleh teman-teman sekelas, dan disetujui oleh Wali Kelas. Jelasnya, saya tidak pernah dipilih dan diangkat menjadi Ketua Kelas secara serampangan dan asal pilih. Dan yang patut dicatat, saya tidak pernah diberhentikan sebagai Ketua Kelas secara tiba-tiba dan mendadak tanpa sebab. Ya, meski pun saya Ketua Kelas SD Swasta yang masuk sore, tapi kedudukan saya sebagai Ketua Kelas tidak pernah dicopot tanpa alasan yang jelas.



Kondisi yang paradoksal sekarang terjadi di jajaran Pemkab Simalungun, semasa pemerintahan JR Saragih. Pergantian pejabat pemerintahan di lingkungan Pemkab Simalungun, agaknya dilakukan dengan gampang sekali dan terkesan sesuka hati penguasa. Sebulan dua bulan pertama pemerintahan JR Saragih di Simalungun, saya masih mencatat berapa kali dilakukan pergantian pjabat. Tapi belakangan karena terlalu acapnya dilakukan pergantian pejabat, saya pun jadi jenuh dan lelah untuk mencatatnya. Makanya sekarang, saya tidak tahu lagi sudah berapa pejabat yang diganti selama sebelas bulan pemerintahan JR Saragih.



Yang menarik dicatat, JR Saragih dilantik pada 28 Oktober 2010, kebetulan hari Kamis. Lantas, besoknya Jumat 29 Oktober 2011 artinya sehari setelah dilantik, JR Saragih mengganti beberapa pejabat Eselon II. Almarhum Revanus Sormin yang waktu itu memang sudah memasuki masa usia pensiun, digantikan Anna Girsang sebagai Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. Menjadi lebih menarik, sebab Anna pun sesungguh sudah memasuki masa usia pensiun juga. Barangkali, inilah pergantian pejabat yang paling tercepat di tanah air yang pernah terjadi. Cermati saja, hari ini bupati dilantik besoknya dia melakukan pergantian pejabat.



Lantas, Senin berikutnya – hari pertama pada pekan pertama setelah JR Saragih dilantik - belasan pejabat pun diganti. Selanjutnya dan selanjutnya, aparat Pemkab Simalungun pun bolak balik diganti terkesan bongkar pasang dan tambal sulam. Berita-berita pergantian pejabat di jajaran Pemkab Simalungun pun tak menarik lagi untuk diikuti di surat-surat kabar karena sudah terlalu sering. Sekiranya saya Pemred sebuah surat kabar (Pemimpin Redaksi) saya tak akan lagi mempublikasi peristiwa pergantian pejabat itu karena sudah terlalu sering.



Menjadi aneh dan ganjil, di antara pejabat yang diganti ada yang hanya hitungan hari diganti lagi dengan orang lain. Ada malah yang dicopot dari jabatan A misalnya dan ditempatkan di jabatan B tapi dikembalikan lagi ke jabatan A tadi dalam tempo yang tidak terlalu lama. Binsar Situmorang yang belum satu tahun bertugas di Pemkab Simalungun misalnya, sudah pernah menjadi Asisten III Setdakab Simalungun, Kepala Dinas Koperasi, dan sekarang Kepala Bappeda. Kepala BKD (Badan Kepegawaian Daearah) dalam tempo belum satu tahun sudah beberapa kali pula diganti. Padahal, SKPD ini merupakan salah satu SKPD yang cukup taktis dan strategis di tubuh sebuah Pemkab.



Kepala Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Asset Daerah , sudah tiga kali diganti oleh JR Saragih. Dari Duarman Purba digantikan oleh Resman Saragih yang ‘diimport’ dari Pemko Pematangsiantar, lantas sekarang diganti lagi oleh Gideon Purba. Kepala Bagian Humas pada Setdakab, sudah diganti entah sudah berapa kali dalam sebelas bulan terakhir. Mulai dari Simeseno Hia, Jonny Saragih, entah siapa, Banjarnahor, dan pekan ini digantikan lagi oleh seseorang yang saya tidak tahu namanya. Begitu juga yang lain-lain, yang kalau saya paparkan namanya sekarang disini tidak akan cukup untuk ditampung kolom ini.



Tidak Kondusif



Sebagai seorang awam di bidang pemerintahan, saya tidak paham sekali dengan tata cara dan mekanisme pergantian pejabat di lingkungan pemerintahan. Apalagi bila dibanding dengan JR Saragih yang katanya merupakan seorang doktor dalam bidang ilmu pemerintahan. Saya hanya bisa membandingkan dengan Pemda (Pemerintah daerah) lainnya di tanah air, yang tak pernah saya dengar asyik menggonta-ganti pejabatnya. Tak usah jauh-jauh membandingkannya dengan daerah lain. Pemko Pematangsiantar saja sebagai tetangga terdekat Pemkab Simalungun, tidak seobral Pemkab Simalungun ketika mengganti – ganti pejabatnya. Padahal, Hulman Sitorus yang sekarang Walikota Pematangsiantar, bukan siapa-siapa latar belakang pendidikannya jika dibandingkan dengan JR Saragih.



Yang saya pahami hanya, dalam pergantian pejabat akan diiringi dengan suasana yang baru. Dari jabatan yang lama kemudian pindah ke jabatan yang baru saya pikir akan terjadi sesuatu yang harus dipelajari oleh masing-masing pejabat. Suasana yang baru boleh jadi antara lain membangkitkan gairah kerja, inovasi, kreasi, bahkan inspirasi. Tapi begitu mendadak dan tiba-tiba dimutasi ke tempat lain lagi, semua akan sirna dan hilang. Padam. Dan jika kondisi ini terjadi berulang-ulang, bahkan bisa justru mematikan kreatifitas.



Yang saya pahami juga, pergantian pejabat akan selalu diiringi oleh pertimbangan-pertimbangan seperti yang diisyaratkan oleh peraturan perundangan. Juga, tentu, selain pertimbangan-pertimbangan khusus yang tersirat dan yang tersurat Apalagi, seorang kepala daerah yang sudah barang tentu memiliki wewenang. Wewenang untuk menjalankan peraturan perundangan yang berlaku. Jadi justru tidak dengan sewenang-wenang. Sebab, kesewenang-wenangan bisa melahirkan kelaliman. Dan kelaliman bisa berbuntut pada penzoliman.



Mencermati pergantian demi pergantian pejabat di jajaran Pemkab Simalungun yang dilakukan JR Saragih, saya melihatnya justru malahirkan persoalan baru di tengah-tengah sesama PNS (Pegawai Negeri Sipil) yang ada. Itu antara lain timbulnya persaingan (kompetisi) yang tidak sehat di sesama PNS, sehingga menimbulkan pula sikap Amat (Ambil Muka Angkat Telor) dan ABS (Asal Bapak Senang) Sementara, jika sikap yang seperti ini sudah muncul di tengah PNS itu artinya etos kerja pun dengan sendirinya akan hilang, di mana prestasi pun tidak lagi mendapatkan apresiasi.



Dalam suatu pemerintahan, saya pikir di sesama aparaturnya perlu dan mutlak diciptakan suasana kondusif, nyaman dan tenang dalam bekerja. Sejuk dan teduh, bernaung di bawah kepemimpinan sang pemimpin. Pemimpin yang dibutuhkan saat ini, adalah pemimpin yang arif dalam mengambil suatu keputusan yang bersifat kebijakan. Sehingga, semua staf (PNS) dapat nyaman dan teduh dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya. Tidak malah grasa-grusu, takut dan kuatir kapan diganti. Bahkan boleh jadi, ketika menuju kantornya ada tanyadalam hati sendiri : Apakah sesampainya di kantor nanti saya akan diganti ?



Sudah barang tentu, saya tidak akan mengajari apalagi mendikte JR Saragih untuk mengambil sebuah kebijakan di Pemkab Simalungun secara khusus dalam soal ganti menganti pejabat. Apalagi, saya tidak memiliki kapasitas dan kapabilitas untuk itu. Saya sadar sekali, JR Saragih adalah seorang pintar dan cerdas, bahkan jago dan jago sekali. Beberapa jenjang pendidikan yang dimilikinya malah bisa dicapainya secara luar biasa cepatnya. Suatu prastasi pencapaian jenjang pendidikan yang terabaikan hingga luput dari catatan MURI (Museum Rekor Indonesia)



Cuma sebagai seorang jurnalis apalagi sebagai anak negeri Simalungun, saya berharap sekali agar JR Saragih ke depan ini tidak lagi melakukan pergantian pejabat dengan mendadak dan tiba-tiba sekali, tanpa pertimbangan bahkan justru melanggar aturan perundangan yang ada. Seorang Bupati antara lain pernah bersumpah untuk taat dan setia pada Pancasila dan UUD 1945, serta peraturan perundangan yang berlaku. Dan kalau seorang Bupati melanggar sumpahnya, menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 seorang Bupati bisa diusulkan oleh DPRD untuk diberhentikan oleh Menteri Dalam Megeri.



Hemat saya, selama ini DPRD Simalungun sudah cukup ‘bermurah hati’ terhadap JR Saragih dengan tidak melakukan langkah politik apa pun untuk meninjau kembali kedudukannya sebagai Bupati Simalungun. Tapi jangan karena mentang-mentang DPRD Simalungun ‘bermurah hati’ , JR Saragih pun mengambil sikap mumpung dan terus melakukan kesalahan yang sama berulang-ulang. Ingat saja ketika Plt Gubsu Gatot mengganti beberapa pejabat di lingkungan Pempropsu dengan tidak sesuai aturan, langkah apa yang dilakukan DPRD Sumatera Utara. Meski pun belakangan langkah DPRD Sumatera Utara tadi mentok oleh kekuatan politik yang tidak memihak kepada mereka.



Saya yang tamat dari SD Swasta dan masuk sore ini saja waktu menjadi Ketua Kelas dulu, tidak gampang diganti dan Ketua Kelas kami memang tak pernah pula diganti-ganti. Konon pula saya pikir, pejabat-pejabat di lingkungan Pemkab Simalungun. Percayakah Anda – Pembaca – pejabat pemerintah itu lebih jago dari Ketua Kelas SD Swasta yang masuk sore ?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar