Selasa, 13 September 2011

MANTAN WALIKOTA PEMATANG SIANTAR IR RE SIAHAAN MENGADU KE KOMISI ETIK KPK

Cetak E-mail
Selasa, 13 September 2011
Desak Penyidik Periksa Saksi Meringankan
SIANTAR-Tersangka kasus korupsi dana bantuan sosial (bansos) Pemko Pematangsiantar tahun 2007, RE Siahaan melapor ke Komite Etik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mantan Wali Kota Pematangsiantar itu mendesak KPK memeriksa saksi yang meringankan. Alasannya, RE Siahaan tidak terkait langsung dengan dugaan korupsi tersebut.

RE Siahaan melalui kuasa hukumnya Junimart Girsang kepada METRO, Senin (12/9) menerangkan, dalam pengaduan ke Komite Etik KPK, disebutkan agar penyidik menghadirkan saksi meringankan, terutama Kepala Inspektorat Pematangsiantar tahun 2007 Nelson Siahaan serta tiga tim pemeriksa, Kepala Bagian Bina Sosial Cristina Rispani Sidauruk, serta seluruh nama yang telah diajukan, termasuk Kapolresta Pematangsiantar dan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Pematangsiantar tahun 2009 atas nama Nelson Sembiring.
“Klien kami meminta saksi a de charge (meringankan, red) dengan mengajukan sejumlah nama yang berhubungan langsung dengan permasalahan bantuan sosial tahun 2007, di mana Saudara Aslan telah dilaporkan karena tidak mampu mempertanggungjawabkan penggunaan dana Rp4,7 miliar. Jika dugaan korupsi bantuan sosial yang dikenakan kepada klien kami, maka kami pertanyakan bantuan sosial yang mana?” kata Junimart melalui telepon.
Lebih lanjut Junimart menjelaskan, azas kepastian hukum harus dijunjung tinggi dalam kasus ini sehingga keadilan benar-benar dapat dirasakan semua pihak, termasuk kliennya. Dugaan korupsi dana bansos telah adukan ke Polresta PematangsSiantar serta telah disidik, bahkan dinyatakan lengkap (P21). Selanjutnya Kejari Pematangsiantar menyatakan P22 serta siap diajukan ke persidangan. Namun yang bersangkutan (Aslan, red) keburu melarikan diri serta saat ini masih dalam daftar pencarian orang (DPO).
“Ini yang kami adukan kepada Komite Etik KPK. Proses penyidikan terhadap kasus yang sama. Saksi yang meringankan sebagai saksi utama memang harus dihadirkan, terutama menyangkut dana bansos,” kata Junimart.
Untuk dugaan korupsi dana rehabilitasi di Dinas Pekerjaan Umum (PU), Junimart menegaskan, kuitansi bermaterai sebesar Rp1,5 miliar ditandatangani Asisten I Lintong Siagian, Asisten II M Akhir Harahap, dan Asisten III Marihot Situmorang serta Kepala Bagian Sosial Aslan sebagai pihak yang memberikan.
“Dari dua kasus yang diajukan, nama RE Siahaan tidak terkait langsung. Maka kami meminta KPK menghadirkan saksi a de charge agar kasus ini jernih sesuai hukum yang berlaku. Kami akan kami tandatangani BAP jika memang hak-hak kami telah dipenuhi. Demi prinsip transparansi yang berkeadilan dan demi tegaknya hukum dalam persamaan hak, kami minta KPK mengabulkan permohonan klien kami,” kata Junimart.
Dosen Hukum Pidana Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) YNI Pematangsiantar Sarbudin Panjaitan mengatakan, saksi meringankan merupakan hak tersangka. Selain memang diatur dalam KUHAP bahwa saksi meringankan yang diajukan tersangka dalam tingkat penyidikan, oleh penyidik wajib dipanggil dan diperiksa.
Lebih lanjut Sarbudin menjelaskan, sejalan dengan hukum tersebut, semua nama-nama yang diajukan oleh tersangka RE Siahaan dalam berkas pemeriksaaannya atau atas permintaannya, wajib diperiksa penyidik.
“Mencurigakan, terutama dengan munculnya kuitansi sebesar Rp1,5 miliar dari Aslan kepada tiga Asisten, yakni Lintong Siagian, M Akhir Harahap, dan Marihot Situmorang. Karena pada pemeriksaan di Polresta Pematangsiantar dan pemeriksaan Inspektorat, kuitansi tersebut tidak ada. Janggalnya kenapa di KPK ada? Ketiganya (mantan Asisten, red) memang harus dipanggil serta diperiksa KPK untuk mengklarifikasi keberadaan kuitansi tersebut,” beber Sarbudin
Sarbudin menambahkan, pengaduan ke Komite Etik KPK oleh tersangka yang menjalani proses penyidikan di KPK merupakan hal tepat. Ini untuk menguji apakah penyidik KPK telah melaksanakan tugas sesuai peraturan yang berlaku sebelum menetapkan tersangka. Jika belum, maka penyidik dapat diperiksa agar tidak merugikan hak-hak tersangka serta tidak menimbulkan kerancuan dalam hukum. (esa/awa)
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar